Langsung ke konten utama

MENGATASI ANAK YANG TAKUT PADA BADUT


Badut seringkali dimunculkan  saat pesta ulang tahun anak-anak. Tujuannya antara lain membuat seru dan lucu, dan menghibur anak-anak, sehingga pesta ulang tahun menjadi menyenangkan. Namun, ternyata ada beberapa anak yang justru sangat takut dengan kehadiran badut. Saat badut hadir di tengah-tengah acara, anak tersebut menjerit, gemetar, lari sembunyi, bahkan ada yang menangis ketakutan.  Ketakutan anak yang berlebihan pada badut ini apabila dibiarkan, akan mengganggu aktivitas anak selanjutnya.
Mengapa ya anak takut dengan badut ? Ada banyak penyebab, bisa jadi karena sering ditakut-takuti oleh orang terdekatnya, efek menonton film atau game yang menakutkan, karena riasan wajah badut yang menurut anak menyeramkan, atau karena daya imajinasi anak yang menganggap bahwa badut itu jahat.
Fobia anak pada badut bisa disembuhkan, dengan bantuan orangtua dan lingkungan di sekitar anak. Beberapa hal berikut ini mungkin bisa membantu mengatasi anak yang takut pada badut:
1.      Pahami Perasaan Anak.
Jangan menertawakan anak yang histeris melihat badut. Rasa takut badut yang dirasakan anak bukan hal yang sepele. Orangtua harus memahami perasaan anak, bahwa rasa takut yang dirasakan adalah nyata. Lebih baik mendekap dan menenangkan anak.
2.      Hindari menakuti anak dengan badut.
Misalnya : “Kalau gak mau mandi, mama panggilkan badut ya dik” atau “Cepat bobok dik, ntar keburu badutnya datang lho”
Walaupun hal tersebut ampuh untuk membuat anak bergegas menuruti apa yang kita katakan, ternyata dampaknya, anak menjadi semakin fobia. Apabila keterusan, anak akan menganggap badut sebagai sosok jahat dan bisa datang menghukumnya. Sebaiknya orangtua menghentikan pola ini.
3.      Perkenalkan  tentang sosok Badut yang baik.
Kita bisa memperkenalkan badut mulai dari foto atau gambar, komik, atau boneka badut. Ceritakan bahwa badut bukanlah sosok yang jahat. Saat memperkenalkan tentang badut, kita harus tenang dan pelan-pelan.  Sesudah anak tidak menganggap badut sebagai sesuatu yang ditakuti, kita bisa mengajaknya untuk berinterakasi langsung dengan badut.
4.      Mengajak berinteraksi secara langsung
Mencari momen yang tepat untuk memperkenalkan badut pada anak. Bisa saat ulang tahun temannya, atau memperkenalkan badut di acara ulang tahunnya sendiri. Temani anak mendekati badut dengan menyentuh, bermain dan berfoto bersama badut. Anak akan mulai menyadari bahwa badut juga manusia biasa sama seperti dirinya.
5.      Beri pemahaman bahwa badut juga manusia
Kita bisa beli topeng badut, dan memberi pemahaman, kalau di dalam badut itu ada manusia, jadi bukan sesuatu yang harus ditakuti. Pemahaman seperti ini bisa mengurangi ketakutan anak pada badut.

Anak perlu waktu untuk mengatasi ketakutan yang dirasakan. Tetap membujuk dan memberikan semangat agar anak berani. Dan ketika anak menunjukkan rasa berani dibanding sebelumnya, berikan apresiasi. Pujian yang diterima tidak hanya akan membuat anak senang. Tapi juga menumbuhkan percaya diri dan berani saat anak bertemu dengan badut. Anak yang fobia pada badut, bisa sembuh, dengan dukungan orangtua.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK             Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.             Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.             Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh