Langsung ke konten utama

Anak yang “Bossy”



            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ?
Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima.
Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia berprinsip “ saya suka, saya mau, maka saya harus dapatkan”.
Sikap egosentris ini merupakan kelanjutan dari usia bayi dimana anak sebelumnya selalu diladeni. Dan apabila kondisi lingkungan sekitar anak yang juga selalu bersikap “bossy” atau jika memang anak tidak dibiasakan mandiri, maka sikap ego anak akan semakin menguat, tidak menghilang. Akhirnya anak suka menyuruh orang lain demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Seperti, “ Mbak, ambilkan susu” atau “ Bukain sepatu !”.
Lalu bagaimana mengatasi anak yang “bossy “ tersebut ? Ada beberapa hal yang bisa dilakukan :
1.      Saat anak memerintah kita, teman, atau orang yang lebih tua, tidak perlu bereaksi apapun, baik tertawa ataupun memarahinya. Tetaplah tenang dan katakana pada anak untuk mengulangi permintaannya dengan cara yang lebih sopan. Biasanya anak menggunakan kata, “maaf, tolong, dan terima kasih”.
2.      Jangan melakukan apapun untuk anak, jika anak meminta sesuatu dengan kalimat yang tidak sopan. Ini penting agar anak mengerti bahwa dirinya bukanlah bos yang bisa memerinah orang sesuka hatinya, terutama orangtua.
3.      Jika anak mau berbagi mainan dengan temannyasecara sopan, berilah pujian atas perilaku baiknya tersebut.
4.      Cobalah untuk membuat anak terbuka pada kita, sehingga kita bisa mengetahui apa yang menjadi pemicu perilaku anak yang suka memerintah tersebut.

Dan yang terpenting adalah, kita harus menjadi model terbaik bagi anak dari sikap kita sehari-hari. Karena anak adalah peniru dari orang dewasa terdekatnya. Sikap “bossy” tersebut akan berubah menjadi “sopan dan menghargai” apabila kita konsisten dalam memberikan permbiasaan perilaku yang baik.


 Oleh : Baldwine Honest G, M.Pd
Dimuat di Tribun Kaltim, Minggu, 18 November 2018


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Give Love To The Children

Give Love to the children, Children need love everyday Give love to the children, Guide them on their way Love's like a burning flame consumes all that stands in the way Love is the only power on earth to take all the hatred away GIVE LOVE TO THE CHILDREN, set the children free To make their own decisions then they will clearly see Love is the sun the moon and the stars love is a golden ring Love is the one thing the whole world desires be it beggar or king GIVE LOVE TO THE CHILDREN youth has not long to stay Love is a long term investment the best you will find any day Love like the rising sun takes all the darkness away Our children will tell their children and their childrens children will say Give love to the children they are our crock of gold and if perchance they ever stray they will come back to the fold Give love to the children the children of today Give love to the children and love will come to stay. Copied from POEMS FOR CHILDREN  by Elizabeth Quinn

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...

Memuji Anak Jangan Berlebihan

Tribun Kaltim, 22 Januari 2017 Memuji anak memang suatu hal penting, tetapi ketika memuji anak terlalu berlebihan, hal ini malah akan menimbulkan dampak buruk bagi mental dan perkembangan anak. Memuji anak adalah sebuah pekerjaan seni, bukan pekerjaan eksak yang bisa ditentukan rumusnya. Efektivitas pujian tak hanya ditentukan oleh cara kita memuji, tetapi juga dipengaruhi oleh karakter anak dalam merespon pujian. Ada anak-anak yang dipuji sedikit sudah langsung bersemangat. Ada anak yang membutuhkan banyak pujian supaya semangat. Tetapi, ada juga anak-anak yang justru jadi tak semangat kalau terlalu banyak pujian. Berikut ini beberapa tips tentang pujian kepada anak, yang diambil dari beberapa teori pendidikan : 1. Hindari memuji anak secara berlebihan Sebaiknya memuji anak secukupnya. Terlalu banyak pujian akan menjadikan pujian kurang berharga dan tidak bermakna. Anak juga jadi malas untuk mengembangkan potensi dirinya. Selain itu sebaiknya tidak memuji mereka di d...