Manusia memang tidak
ada yang sempurna, kita sebagai orangtua pun pasti pernah melakukan kesalahan.
Baik kepada suami, istri, tetangga, anak kita, dan lainnya. Terkadang kata maaf
dan memaafkan begitu mudah diucapkan,
namun apabila tidak disertai dengan ketulusan hati, sebenarnya tidak ada artinya. Mengajarkan
anak menjadi Pribadi Pemaaf bisa kita lakukan, namun dengan syarat., kita harus
bisa menjadi Pribadi Pemaaf terlebih dahulu, dan menjadi model buat mereka.
Sebagai contoh misalnya
: Ada orangtua mengecewakan anaknya karena sudah berjanji akan membawa
jalan-jalan ke supermarket. Tapi karena alasan sibuk urusan pekerjaan menjadi
lupa menepati janjinya. Dan dengan enteng hanya permohonan maaf saja tanpa ada
kelanjutannya. Akan tetapi, apakah semua anak bisa dengan lega memaafkan
kesalahan para orangtua?.
Atau kejadian lain, seorang anak yang
tidak mau lagi melihat dan bertemu ayahnya gara-gara tanpa sengaja melihat
ayahnya menampar pipi ibunya. Sampai seperti itukah?. Sebenarnya mampukah rasa
pemaaf itu dibentuk?.
Anak adalah makhluk
Allah yang mudah diajak pada kebaikan, terutama anak-anak yang masih terjaga
fitrahnya. Tinggal bagaimana kita sebagai orangtua terus konsisten mengajak
pada kebaikan. Beberapa hal yang mungkin bisa kita lakukan adalah :
1.
Membaca Doa dengan kesungguhan dan
bersuara jelas di depan anak.
Selesai sholat
dan berdzikir (untuk kaum muslim), ajak anak-anak untuk bersama-sama memohon
ampun kepada zat Yang Paling Mulia, dengan suara sedikit kuat. Di pertengahan
doa, selipkan kata-kata “ Ya Allah, ampunkanlah dosa kami, apabila kami pernah
menyakiti perasaan orang lain. Jadikanlah kami pribadi yang pemaaf”.
Dengan
doa, berpikiran positif, kebersamaan, ketulusan, dan kasih sayang, ,”Rasa
Pemaaf” akan tumbuh di diri anak kita.
2.
Bercerita kisah teladan.
Banyak dongeng
atau kisah teladan yang bisa kita ceritakan kepada anak kita. Dengan bercerita,
karakter-karakter tokoh akan begitu mudah terekam dalam ingatan mereka.
Terkadang dibutuhkan improvisasi cerita dengan memisalkan tokoh-tokohnya adalah
salah satu nama anak kita. Setelah bercerita, buatlah sebuah kesimpulan, bahwa
perilaku baik dan pemaaf akan membawa pada kebaikan.
Dengan
seringnya kata-kata positif yang didengar, maka mereka akan menjadi pribadi
yang selalu berpikir positif.
3.
Memberikan Contoh Teladan di Setiap
Kegiatan.
Dalam
bersosialisasi, anak masih mebutuhkan teladan dari orang dewasa. Contoh
perilaku yang sering diperlihatkan langsung kepada mereka, adalah sarana
efektif untuk mereka belajar bertingkah laku. Jika baik akan berimbas baik,
begitupun sebaliknya.
“Teladan
lebih baik dari 1000 kata”, begitu kata pepatah. Anak-anak lebih percaya dengan
apa yang dilihat daripada apa yang dikatakan. Mengapa kita tidak mulai dari
diri sendiri untuk melakukan apa-apa yang kita katakan?.
Anak
membutuhkan waktu untuk dapat memahami kesalahannya. Intinya hindari nasihat
panjang lebar setiap kali anak melakukan kesalahan. Ajak anak untuk melakukan
perenungan dari kesalahan yang telah dilakukan. Misalnya, “Kakak maukah
dipukul?, Kalau kakak tidak mau dipukul, kira-kira teman-teman kakak mau
dipukul tidak?”. Sehingga anak bisa mengambil kesimpulan berdasarkan komunikasi
dan pertanyaan kita.
4.
Tumbuhkan Rasa Kasih Sayang kepada anak.
Menjalin
komunikasi yang baik dengan anak, mengungkapkan betapa kita sayang dengan
mereka, dan memberikan pujian apabila
mereka melakukan kebaikan. Kasih sayang yang ada, walaupun sederhana, akan membentuk mereka menjadi pribadi yang
penyayang dan pemaaf.
Setiap hal membutuhkan
proses. Dengan memulai dari diri sendiri dan lingkungan keluarga, maka budaya
memaafkan bisa terlestarikan dengan baik. Saling memaafkan dengan tulus,
dimanapun, setiap waktu, baik di saat
Lebaran, maupun di hari-hari lainnya. Semoga kita semua bisa menjadi Pribadi
yang Pemaaf.
by Baldwine Honest Gunarto
by Baldwine Honest Gunarto
(
Dimuat di Harian TRIBUN KALTIM, Minggu, 28 Juli 2016 )
Komentar
Posting Komentar