Langsung ke konten utama

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK



            Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.
            Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.
            Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh, misalnya orangtua yang terpaksa bercerai, atau tinggal di Panti Asuhan dengan anak asuh yang banyak.
            Kekurangan afeksi bisa menimbulkan banyak gangguan penyesuaian diri  dan perkembangan sosial anak. Yaitu perkembangan fisik yang terlambat karena anak depresi, gagap atau mengalami gangguan bicara, sulit konsentrasi, terlihat agresif dan nakal, menarik diri, egois dan penuntut. Dan dalam taraf yang berat dapat menyebabkan gangguan jiwa.
            Akan tetapi, bukan berarti afeksi yang berlebihan akan lebih baik. Anak yang terlalu banyak mendapat afeksipun akan kesulitan dalam penyesuaian diri. Pelimpahan afeksi yang berlebihan justru menghalangi anak belajar mengekspresikan afeksi kepada orang lain.  Anak memfokuskan afeksi hanya untuk dirinya sendiri, ia menuntut dan berharap afeksi dari orang lain, akibatnya anak sulit mengembangkan ikatan emosional dengan orang lain sehingga menghalangi dirinya menjadi anggota kelompok teman sebayanya. Anak dengan afeksi berlebihan akan menjadi anak yang sombong, egois, dan suka meremehlan dan merendahkan orang lain.
Yang perlu kita ingat, apapun yang terjadi pada anak-anak kita bukanlah sepenuhnya kesalahan anak. Sebagai orang tua, kita memiliki andil dalam pembentukan perilaku anak tersebut. Bisa jadi karena kita yang kurang perhatian, atau justru karena kita berlebihan memberikan perhatian. Sehingga kita tidak bisa begitu saja menyalahkan mereka ketika mereka berperilaku yang tidak baik.
Tidak ada anak di dunia ini yang bercita-cita sebagai anak nakal, tidak ada anak yang ingin berbuat tidak baik di dunia ini. Yang mungkin terjadi adalah salahnya pengasuhan serta pendidikan yang diberikan kepadanya. Sebagai orang tua, ada baiknya kita melakukan refleksi terhadap diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita menyalahkan anak-anak kita ketika mereka berperilaku tidak baik. Apa saja yang selama ini sudah kita lakukan pada masa pembentukan perilaku anak. Tidak ada kata terlambat, penuhi kebutuhan afeksi anak kita, dengan ketulusan dan sepenuh hati. Secukupnya, tidak kurang, tidak lebih.

by : Baldwine Honest G, M.Pd
Dimuat di harian Tribun Kaltim, Minggu, 14 Oktober 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia