Langsung ke konten utama

Memahami Sudut Pandang Anak

Baldwine Honest
Tribun Kaltim, 08 Januari 2018

Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan.
Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku)
Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar.
1. Anak tertarik dengan  sesuatu yang nyata
Salah satu minat terbesar anak adalah hal-hal yang dilakukan orangtua atau orang dewasa. Anak tertarik dengan  benda maupun kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Mereka ingin melakukan apa yang orang dewasa lakukan.  Mereka tertarik dengan mobil, komputer, buah-buahan, sayuran, dan lain-lain di sekitar mereka.
Jika memungkinkan dan aman, benda-benda nyata yang ada di sekitar bisa juga menjadi alat main sekaligus belajar yang sangat menyenangkan buat anak. Namun, tentu saja dengan pengawasan orangtua.
2. Anak ingin terlibat
Jika memungkinkan, anak ingin terlibat pada hal-hal yang dilakukan orang dewasa, seperti mengendarai motor/mobil, menghidupkan televisi, memasak, memainkan komputer, dan hal-hal lain yang dilakukan orangtua.
Jika orangtua memberikan kesempatan anak untuk terlibat, itu akan membangun kebanggaan dan kepercayaan diri mereka. Mereka akan merasa besar, berharga, dan bisa melakukan hal-hal seperti orang dewasa.
4. Anak senang ditemani
Ketika anak melakukan kegiatan, mereka merasa bahagia kalau orangtua terlibat dan ikut serta berkegiatan bersama mereka. Keterlibatan  itu penting dan lebih berharga daripada sekedar instruksi. Dengan ikut keterlibatan orangtua, anak merasa bahwa kegiatannya itu penting dan asyik.
Keterlibatan itu beragam bentuknya, mulai membantu menyiapkan sarana, mengikuti proses, bekerja bersama, serta memberikan umpan balik kepada anak. Kunci kekuatan dari keterlibatan orangtua adalah dilakukan dengan sepenuh hati, bukan basa-basi dan berpura-pura saja.
2. Anak melihat sisi yang menyenangkan.
Anak melihat segala sesuatu berdasarkan sisi menyenangkan dan menarik. Oleh karena itu semua media pembelajaran harus dengan cara yang menarik dan menggunakan seluruh indra anak. Misalnya dengan bergerak, melalui permainan, cerita maupun nyanyian.

Dengan mengetahui sudut pandang anak dan menggunakannya secara baik, itu akan menciptakan keuntungan bersama bagi orangtua dan anak. Anak belajar banyak hal, tanpa merasa terbebani apapun.


Oleh Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
Dimuat di Tribun Kaltim, 08 Januari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...