Langsung ke konten utama

Memuji Anak Jangan Berlebihan

Baldwine Honest
Tribun Kaltim, 22 Januari 2017


Memuji anak memang suatu hal penting, tetapi ketika memuji anak terlalu berlebihan, hal ini malah akan menimbulkan dampak buruk bagi mental dan perkembangan anak. Memuji anak adalah sebuah pekerjaan seni, bukan pekerjaan eksak yang bisa ditentukan rumusnya. Efektivitas pujian tak hanya ditentukan oleh cara kita memuji, tetapi juga dipengaruhi oleh karakter anak dalam merespon pujian. Ada anak-anak yang dipuji sedikit sudah langsung bersemangat. Ada anak yang membutuhkan banyak pujian supaya semangat. Tetapi, ada juga anak-anak yang justru jadi tak semangat kalau terlalu banyak pujian.
Berikut ini beberapa tips tentang pujian kepada anak, yang diambil dari beberapa teori pendidikan :
1. Hindari memuji anak secara berlebihan
Sebaiknya memuji anak secukupnya. Terlalu banyak pujian akan menjadikan pujian kurang berharga dan tidak bermakna. Anak juga jadi malas untuk mengembangkan potensi dirinya.
Selain itu sebaiknya tidak memuji mereka di depan umum.Ini untuk mengantisipasi ketergantungan dari popularitas di ruang publik.
2. Puji untuk usaha anak
Kita fokuskan pada usaha, bukan hanya sekedar pada hasil. Terkadang, hasil yang diperoleh anak belum sempurna, tetapi niat dan usahanya bagus. Puji perjuangan dan usaha anak, misalnya : “Terima kasih sudah menolong Mama membereskan tempat tidur, ya.”
3. Puji secara spesifik, bukan umum
Berikan pujian untuk usaha yang dilakukan anak, bukan untuk anaknya sendiri. Lebih baik mengatakan pujian “prakarya buatan adik bagus sekali” daripada memuji “Adik anak yang pandai”.
4. Pujian bukan toleransi kegagalan
Ketika anak gagal, pujian pada usaha anak dapat menolong anak untuk mengatasi kekecewaannya. Tetapi pujian tetap harus dapat berfungsi memicu anak untuk menjadi lebih baik di waktu yang lain. Jangan sampai, anak merasa bahwa keberhasilan dan kegagalan adalah dua hal yang sama saja.
5. Pujian tak hanya kata-kata
Melakukan pujian tidak harus dengan kata-kata. Kita bisa bervariasi saat memuji, misalnya dengan memberi bahasa isyarat (mengajukan jempol, tepukan bahu, senyuman, belaian di rambut,  dan lain-lain. Walaupun kita tidak mengatakan apa-apa, anak tahu bahwa kita sedang menunjukkan pujian padanya.
6. Dorong anak memuji orang lain
Supaya anak tidak egois dan hanya berfokus pada dirinya sendiri, kita perlihatkan contoh dengan memuji anak lain atau karya lain di depan anak kita. Lakukan pujian kepada siapapun yang berhak dipuji: pasangan, adik, tetangga, pembantu, atau siapapun. Sesekali minta anak untuk berpendapat dan mengapresiasi karya/prestasi anak lain.
7.    Ajari anak untuk dekat dengan pencipta-Nya.
Anak  akan memiliki iman dan memegang kitab suci sebagai standar kehidupannya. Jika sejak dini anak dibina untuk percaya pada agama yang membuatnya menjadi orang yang berpendirian meskipun ada orang yang memuji dan mengakuinya untuk melakukan hal yang jahat diluar sana niscaya tidak akan diikuti.

Anak-anak belajar dari apa yang mereka alami dalam kehidupan.  Memuji adalah seni, bagaimana kita bisa mengekspresikan kasih sayang kita. Dengan seni memuji yang tepat, akan memupul harga diri anak dan membantu mereka menghargai diri sendiri dan orang lain.

Oleh : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
Dimuat di Tribun Kaltim, 22 Januari 2017



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK             Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.             Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.             Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh