Langsung ke konten utama

Jiwa Ksatria pada Anak

Baldwine Honest
Tribun Kaltim, 07 April 2017

            Manusia bersifat ksatria adalah manusia dengan cri-ciri berjiwa besar, toleran, apabila berani berbuat maka berani bertanggung jawab, berani mengakui kesalahan dan kelemahan diri sendiri, mengakui kelebihan orang lain, pemaaf dan memiliki kasih sayang. Sifat mulia ini wajib kita ajarkan pada anak sejak usia dini, dan tentu saja sesuai perkembangan usianya, dengan bahasa dan contoh yang mudah dipahami.
            Ketika seorang anak berbuat suatu kesalahan, lebih baik tidak langsung memarahi dan menghakimi anak. Berikan pemahaman bahwa apa yang dilakukan tersebut salah, dan bisa berakibat kurang baik untuk diri mereka. Tanamkan sikap untuk mau mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya dan berjanji tidak melakukan lagi.
            Ada kalanya orang tua terlalu melindungi anak, sehingga apapun yang terjadi pada anak adalah bukan kesalahannya. Contohnya, saat anak berebut mainan dengan anak lain, orantua membela dan menyarankan anak yang lain mengalah. Atau contoh sederhana, saat anak jatuh, orang tua menyalahkan lantai yang  licin karena menyebabkan anaknya jatuh. Hal-hal kecil ini bisa mempengaruhi nalar anak, bahwa mereka selalu benar, orang lain yang salah. Ini yang perlu diluruskan.
            Kita bisa mengajarkan mereka nilai-nilai ksatriaan, kesabaran dan ketangguhan melalui cerita kepahlawanan yang ada, misalnya kisah para nabi atau kisah para pahlawan nasional kita. Hindarilah untuk menceritakan cerita yang sifatnya fiktif. Kembangkan jiwa kstaria anak dengan tidak berlebihan dalam memberikan perlindungan kepada mereka. Biarkan mereka melatih dirinya sendiri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan mereka, baik di dalam menghadapi tantangan, masalah, maupun terhadap teman-teman sebayanya. Dan berikan kepercayaan kepada mereka untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dengan  usahanya sendiri.  Yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak memperoleh sesuatu dengan cara yang tidak baik. Bimbinglah anak untuk mau mengakui kesalahan mereka, dan hindari mengatakan mereka “anak nakal”. Orantua juga harus menjaga ucapannya agar tidak tidak merusak jiwa anak.
            Memiliki anak yang cerdas tidaklah cukup, karena kecerdasan itu harus dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan. Sifat-sifat mulia lainnya pun harus ditanamkan, agar anak tidak saja memiliki keunggulan intelegensinya, tetapi juga kokoh spiritual dan emosionalnya. Memiliki anak yang cerdas dan ksatria tentulah idaman semua orang tua.
            Semoga anak-anak kita kelak menjadi anak yang mempunyai ketahanan fisik dan psikis, ketahanan mental dan spiritual, ketangguhan intelegensi dan emosi, juga berjiwa ksatria. Aamiin.


 Oleh : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
Dimuat di Tribun Kaltim, 08 April 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HARI PERTAMA SEKOLAH

Mengantar  anak ke sekolah untuk pertama kalinya mungkin menimbulkan serangkaian emosi orangtua. Bisa jadi kita merasa bangga, bergairah, dan bahagia. Jika selama ini anak selalu bersama kita di rumah, mungkin kita merasa lega, sebab dalam beberapa hari dalam seminggu, kita memiliki jam-jam bebas. Dan kadang kita mungkin merasa bersalah dengan pikiran seperti itu. Kita mungkin khawatir anak kita belum siap ke sekolah, secara emosional dan perkembangnannya. Kita mungkin merasa sedih karena anak kita bukan lagi seorang bayi. Ya, mereka memang masih kecil, tetapi mereka sudah cukup umur untuk masuk sekolah dan itu menandai tahapan baru kehidupannya. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan ini semuanya sekaligus, sebagian, atau tidak sama sekali. Atau mungkin bisa saja kita merasakan semuanya pada saat yang sama, atau berganti-ganti. Minggu-minggu sebelum sekolah dimulai, anak kita mungkin mengalami bermacam-macam emosi. Mereka mungkin bergairah, bingung, cemas, bahkan tertegun. Me...

DENGAN PUJIAN, ANAK BELAJAR MENGHARGAI

Pujian adalah salah satu cara kita mengekspresikan kasih sayang kita. Kata-kata pujian bisa memotivasi anak dan membuat mereka merasa dihargai. Pujian memupuk harga diri mereka, dan membantu mereka belajar menghargai siapa mereka dan akan menjadi apa mereka nanti. Memuji anak-anak kita atas upaya-upaya maupun prestasi-prestasi mereka adalah salah satu tugas kita yang terpenting sebagai orangtua. Hendaknya kita tidak ragu-ragu memberikan pujian dengan murah hati. Tidak ada yang namanya terlalu banyak pujian dalam soal mendorong harga diri seorang anak. Dengan memuji, kita membantu anak-anak membangun kepercayaan diri yang dapat mereka manfaatkan ketika kita tidak hadir atau ketika mereka mengalami masa-masa sulit. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa pujian dan penghargaan yang kita berikan kepada anak-anak sekarang bisa bertahan seumur hidup. Ketika kita memuji anak-anak kita, kita juga memberi model tentang bagaimana caranya memperhatikan dan mengekspresikan penghargaan mere...

MENGATASI RASA PEMALU PADA ANAK

Ketika anak mulai mengenal dunia luar, selain keluarga dan lingkungan rumahnya, maka sifat pemalu anak akan terlihat. Ada anak yang terlalu pemalu, ada juga yang terlalu percaya diri.  Mengapa anak kita pemalu? Dan bagaimana mengatasinya? Beberapa situasi yang biasanya dialami anak menjadi pemalu adalah : Bertemu dengan orang yang baru dikenal, tampil didepan orang banyak, atau situasi baru (misalnya sekolah baru, pindah rumah baru). Pada dasarnya, pemalu bukanlah hal yang menjadi masalah atau dipermasalahkan dan bukan merupakan abnormalitas. Akan tetapi, masalah justru muncul akibat sifat pemalu. Misalnya, ketika berada di rumah teman/tetangga, anak ingin buang air kecil tapi malu minta ijin ke toilet,  anakpun menahan keinginan buang air dan akhirnya mengompol. Pemalu juga bisa mengakibatkan anak tidak bisa mengembangkan potensinya, misalnya anak mempunyai bakat menyanyi, tetapi karena pemalu, maka anak tidak mau tampil. Hal ini sangat disayangkan. Untuk mengatasi sifat...