Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

ERA SUPER KIDS

ERA SUPER KIDS Kebanyakan orangtua saat ini cenderung ingin menjadikan anak mereka “anak super” dari pada “anak rata-rata dan normal” . Bahkan, para orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak, karena sebagian besar percaya “ earlier is better ”. Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik.             Sebetulnya tidak ada yang salah. Anak-anak menjadi begitu sibuknya mengikuti beragam kegiatan yang diinginkan orangtua, seperti les baca tulis, sempoa, renang, basket, balet, piano, melukis, dan banyak lagi lainnya, maka lahirlah anak anak super yang disebut “Super Kids”. Dan tentu saja itu semua  membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apakah harapan orangtua itu tepat? Ternyata hal tersebut berdampak kurang baik terhadap anak, karena anak menjadi tertekan.             Kesibukan yang terlalu dipaksakan, bisa merampas hak anak untuk bermain dan bergembira. Mereka memang cepat mekar, namun menjadi

ANAK LAKI-LAKI BOLEH MENANGIS

ANAK LAKI-LAKI BOLEH MENANGIS              Benarkah anak laki-laki tidak boleh menangis karena itu menunjukkan kelemahan? Apakah seorang ibu yang memeluk anak laki-lakinya yang sedang menangis karena terluka akan membuat si anak menjadi lemah?             Sosok laki-laki identik dengan sosok yang kuat, hal ini yang membuat banyak orangtua sering melarang anak laki-lakinya menangis. Padahal seperti anak perempuan, anak lelaki juga butuh melampiaskan emosinya dengan menangis. Menangis merupakan ekspresi alamiah ketika seeorang mengalami rasa sedih, kecewa, marah dan bahkan ketika sangat bahagia. Apabila ekspresi tersebut harus ditahan oleh seorang anak, hanya karena malu, dan harus disimpannya sendiri, maka anak akan mudah mengalami stress dan depresi. Perkembangan psikokogisnya pun akan terganggu.             Yang perlu dilakukan orangtua bukan melarang anak laki-laki menangis, tapi mengajari mereka bagaimana mengelola emosinya dengan baik. Jika   anak laki-laki kita sudah

MENGALAH ATAU BERTAHAN

MENGALAH ATAU BERTAHAN             Saat anak kita disakiti, terkadang secara spontan orang tua menginginkan anak membalas menyakiti. Contoh sederhana, saat anak balita kita jatuh di lantai, bukannya mengingatkan anak agar lebih berhati-hati, namun ibu akan mengatakan bahwa lantainya nakal, maka harus dipukul. "Lantai nakal, Udah bikin adik jatuh ! Kita pukul saja ya dik.." Maka si ibu memukul lantai dengan keras,  sehingga anaknya terdiam. Sebenarnya ini adalah satu contoh mengajarkan anak untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Pada akhirnya, anakpun akan berpikir bahwa seperti itulah penyelesaian yang benar. Selain itu, anak akan terbiasa untuk selalu membalas karena merasa sikapnya dibenarkan. Orangtua perlu juga mengajarkan anak sikap mau mengalah. Hanya saja jelaskan mengalah seperti apa yang dimaksud. Sikap mengalah yang tepat harus didukung sikap yang penuh percaya diri dan mampu memilah kapan harus bersikap mengalah, atau kapan ia perlu mempertah

MENUMBUHKAN SENSE OF HUMOR PADA ANAK

MENUMBUHKAN SENSE OF HUMOR PADA ANAK             Dunia anak adalah dunia penuh keceriaan. Anak-anak membutuhkan humor untuk menstimulasi keceriaan mereka sehingga dapat menunjang perkembangan kecerdasan serta kepribadian mereka. Menumbuhkan sense of humor pada anak sangat penting. Anak yang memiliki rasa humor biasanya lebih disukai teman-temannya.             Sense of  humor akan membantu anak mengembangkan kreativitas, imajinatif, menumbuhkan kepercayaan diri, memperluas pertemanan, serta terhindar dari stress. Anak yang memliki sense of humor adalah anak yang sehat, smart dan tahan banting. Karena anak-anak melihat sesuatu selalu dengan senang dan ceria. Lalu bagaimana orang tua dan lingkungan bisa menfasilitasi potensi itu supaya berkembang dengan baik? Banyak orang tua mengaku tidak punya ide untuk melucu di hadapan anak-anaknya. Alasannya berbeda-beda, biasanya karena tidak ada waktu, sibuk dengan pekerjaan, malu dianggap seperti anak kecil, dan lain sebagainya.

Mengendalikan Emosi Diri

Mengendalikan Emosi Diri Membersamai anak tanpa amarah adalah suatu tantangan, bukan hanya sekedar angan. Anak tidak membutuhkan orangtua sempurna, mereka hanya ingin bahagia.             Tidak ada sesuatu yang sempurna, pun diri kita sebagai orangtua. Ada suatu saat dimana kita tidak bisa mengendalikan emosi kita, dan anak kitalah sasarannya. Misalnya, kita meniginginkan anak kita untuk mandiri. Dan saat anak mengambil minum, tanpa sengaja gelasnya pecah. Secara spontan kita akan marah, tanpa lebih dulu mendengar penjelasan anak. Dampaknya, selain anak merasa sangat bersalah, maka proses kemandiriannya akan sia-sia. Anak akan takut untuk mengambil minum sendiri. Rasa Percaya Diri anak akan menurun drastis.             Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lise Gilot dari Fakultas Kedokteran Chicago, memarahi anak dapat mengganggu struktur otak anak. Suara keras dan bentakan dari orang tua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh. Kemarahan membuat anak tidak perc

Mindfull Parenting

MINDFULL PARENTING               Ada tantangan tersendiri ketika mengasuh dan mendidik anak di jaman sekarang. Hubungan yang renggang sering terjadi karena orang tua dan anak masing-masing merasa benar. Ada sebuah teori pengasuhan yang bisa membangun hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak dari Siegel dan Hartzell (2003), yang bias kita terapkan dalam mengasuh dan mendidik anak kita, yaitu Mindfull Parenting . Mindful Parenting artinya “Mengasuh berkesadaran” dimana mengacu pada kesadaran orang tua dalam mengasuh yang mengacu pada konsep yang berkesadaran, eling dari pikiran, ucapan dan perilaku yang kurang pantas. Konsep pengasuhan ini sebenarnya sangat mudah untuk diadopsi jika orang tua memiliki perhatian yang benar dan sadar menerima pengalaman saat ini (present moment ),  sehingga orangtua bisa memadukan antara pendengaran dan perhatian penuh. Beberapa hal dalam Mindful parenting tersebut bisa kita praktek kan, yaitu : 1.       Mendengarkan Mendengarkan