Langsung ke konten utama

ERA SUPER KIDS

ERA SUPER KIDS


Kebanyakan orangtua saat ini cenderung ingin menjadikan anak mereka “anak super” dari pada “anak rata-rata dan normal” . Bahkan, para orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak, karena sebagian besar percaya “earlier is better”. Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik.
            Sebetulnya tidak ada yang salah. Anak-anak menjadi begitu sibuknya mengikuti beragam kegiatan yang diinginkan orangtua, seperti les baca tulis, sempoa, renang, basket, balet, piano, melukis, dan banyak lagi lainnya, maka lahirlah anak anak super yang disebut “Super Kids”. Dan tentu saja itu semua  membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apakah harapan orangtua itu tepat? Ternyata hal tersebut berdampak kurang baik terhadap anak, karena anak menjadi tertekan.
            Kesibukan yang terlalu dipaksakan, bisa merampas hak anak untuk bermain dan bergembira. Mereka memang cepat mekar, namun menjadi cepat layu.  Anak -anak menjadi “orang dewasa kecil “.  Anak-anak itu juga bertingkah polah sebagaimana layaknya orang dewasa.
Anak Super Kids, memang  bisa diciptakan dengan beragam les dan kegiatan, tapi tidak dengan emosi dan perasaan anak.  Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan ritmenya sendiri yang tidak dapat diburu-buru.  Bisa saja anak terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan mereka tidak seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan (intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan sulit, terkait dengan berbagai keadaan. Anak Super kids biasanya kebutuhan emosi dan sosialnya kurang terperhatikan. Sementara anak-anak  membutuhkan waktu untuk tumbuh, untuk belajar dan untuk berkembang, sebuah proses dalam kehidupannya .
Biarkan anak-anak berproses sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya. Biarkan mereka ceria dengan kekanak-kanakannya. Ibarat kepompong, yang punya masa istirahat untuk menjadi kupu-kupu yang indah.  Apabila kepompong dipaksa menjadi kupu-kupu sebelum waktunya, maka akan rusak dan mati. Neil Posmant seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah… ketika anak anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan!

by : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
Dimuat di harian Tribun Kaltim, 30 September 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...