Langsung ke konten utama

MENGALAH ATAU BERTAHAN


MENGALAH ATAU BERTAHAN


            Saat anak kita disakiti, terkadang secara spontan orang tua menginginkan anak membalas menyakiti. Contoh sederhana, saat anak balita kita jatuh di lantai, bukannya mengingatkan anak agar lebih berhati-hati, namun ibu akan mengatakan bahwa lantainya nakal, maka harus dipukul. "Lantai nakal, Udah bikin adik jatuh ! Kita pukul saja ya dik.." Maka si ibu memukul lantai dengan keras,  sehingga anaknya terdiam.

Sebenarnya ini adalah satu contoh mengajarkan anak untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Pada akhirnya, anakpun akan berpikir bahwa seperti itulah penyelesaian yang benar. Selain itu, anak akan terbiasa untuk selalu membalas karena merasa sikapnya dibenarkan.
Orangtua perlu juga mengajarkan anak sikap mau mengalah. Hanya saja jelaskan mengalah seperti apa yang dimaksud. Sikap mengalah yang tepat harus didukung sikap yang penuh percaya diri dan mampu memilah kapan harus bersikap mengalah, atau kapan ia perlu mempertahankan diri. 
Jika anak kurang percaya diri, tumbuhkan dulu kepercayaan dirinya dengn cara mengapresiasi positif setiap tindakan baik yang mereka lakukan. Sebab, jika anak kurang percaya diri akan cenderung untuk selalu mengalah. Sikap seperti ini juga tidak baik.
Yang terpenting kita harus mengajarkan bagaimana caranya mempertahankan diri (bersifat asertif) pada anak dari kemauan orang lain yang ingin menguasainya.

Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan : 
1.      Bangun rasa percaya diri anak. Jelaskan bahwa mereka punya kemampuan yang sama dengan teman-temannya. 
2.      Berikan anak kesempatan untuk bersosialisasi, sehingga berkembang aspek sosial, emosional dan bahasanya.
3.      Latih agar anak berani berkata "tidak". Kemampuan menuruti, minta tolong, dan menghargai pendapat orang lain perlu dikembangkan pada anak sejak dini. Jelaskan padanya, jika ia merasa keberatan atau tidak nyaman terhadap sesuatu yang diminta orang lain, ia berhak untuk mengatakan "tidak".
4.      Jelaskan kapan waktu yang tepat untuk mengalah, kapan waktu untuk berkata "tidak".
5.      Berkomunikasi dengan hangat dan terbuka. Untuk mengembangkan keterampilan sikap mempertahankan diri pada anak, orang tua harus mendukung dengan pola asuh serta komunikasi yang hangat dan terbuka.

Dan setelah apa yang sudah anak lakukan, hargai usaha mereka. Berikan pujian dan dukungan atas usahanya bersikap asertif. Namun yang terpenting adalah, kita bisa menjadi contoh dan model terbaik buat anak, baik ucapan maupun tindakan kita. Semua butuh proses, sehingga harus sabar dan selalu berpikir positif

by : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
Dimuat di Tribun Kaltim, Minggu, 22 Juli 2018




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...