Langsung ke konten utama

HARI PERTAMA SEKOLAH

Mengantar  anak ke sekolah untuk pertama kalinya mungkin menimbulkan serangkaian emosi orangtua. Bisa jadi kita merasa bangga, bergairah, dan bahagia. Jika selama ini anak selalu bersama kita di rumah, mungkin kita merasa lega, sebab dalam beberapa hari dalam seminggu, kita memiliki jam-jam bebas. Dan kadang kita mungkin merasa bersalah dengan pikiran seperti itu. Kita mungkin khawatir anak kita belum siap ke sekolah, secara emosional dan perkembangnannya. Kita mungkin merasa sedih karena anak kita bukan lagi seorang bayi. Ya, mereka memang masih kecil, tetapi mereka sudah cukup umur untuk masuk sekolah dan itu menandai tahapan baru kehidupannya. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan ini semuanya sekaligus, sebagian, atau tidak sama sekali. Atau mungkin bisa saja kita merasakan semuanya pada saat yang sama, atau berganti-ganti.
Minggu-minggu sebelum sekolah dimulai, anak kita mungkin mengalami bermacam-macam emosi. Mereka mungkin bergairah, bingung, cemas, bahkan tertegun. Mereka mungkin tidak dapat melukiskannya dengan kata-kata karena keterbatasannya berbahasa. Kita perlu mengakui bahwa sangat wajar bagi anak manapun untuk merasa gelisah mengenai tempat baru yang menurut semua orang mengasyikkan, tetapi tidak mempunyai kestabilan dan kenyamanan yang sudah dikenalnya. Normal bagi seorang anak untuk merasa bahwa sekolah menggairahkan sekaligus agak menakutkan, seperti juga pengalaman baru lainnya.
Beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan orangtua agar anak nyaman dengan sekolah barunya adalah :
-          Menemui guru anak sebelum sekolah dimulai. Ajak anak berkenalan lebih dekat dengan guru, dan membicarakan sekolah dengan cara yang positif. Ini akan memberikan gambaran kepada anak bahwa sekolah adalah tempat yang aman dan menyenangkan baginya.
-          Cobalah mengajak anak kita berkunjug ke calon teman sekolahnya, bahkan sebelum sekolah dimulai. Itu akan memudahkan transisi jika mereka melihat wajah yang dikenalnya.
-          Ajak balita kita bermain “Cilukba” dan petak umpet untuk membiasakannya dengan pikiran bahwa orangtua dapat pergi dan kemudian kembali.
-          Tibalah di sekolah lebih tepat waktu (atau lebih awal) untuk memberi kesempatan bagi anak menyesuaikan diri  sebelum anak-anak lain berbondong-bondong datang.
-          Jemputlah anak tepat waktu agar anak tidak cemas melihat anak-anak lain meninggalkan sekolah.
-          Beri tahu anak jika ada perubahan dalam rutinitas yang akan mempengaruhinya. Ceritakan kepadanya jika kita atau pengasuh tidak dapat menjemputnya.
-          Jangan biarkan anak kita merasakan kekhawatiran kita tentang penyesuaian dirinya di sekolah.

    Masa trasnsisi penyesuaian anak terhadap sekolah, biasanya sekitar 2 minggu. Kita harus bersabar terhadap proses tersebut. Kerjasama dan komunikasi yang baik antara orangtua dan guru (pihak sekolah) sangat penting dan dibutuhkan untuk mendukung kemandirian dan rasa percaya diri anak.


Selamat menyambut awal tahun ajaran baru..

by : Baldwine Honest Gunarto

( Dimuat di Harian BALIKPAPAN POS. Minggu, 17 Juli 2016 )





Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...