Langsung ke konten utama

CERDAS SPIRITUAL SEJAK DINI

Anak-anak dilahirkan dengan kecerdasan spiritual yang tinggi, tetapi perlakuan orangtua dan lingkungan yang menyebabkan mereka kehilangan potensi spiritual tersebut. Padahal pengembangan kecerdasan spiritual sejak dini akan memberi dasar bagi terbentuknya kecerdasan intelektual dan emosional pada usia selanjutnya. Prasekolah atau usia balita adalah awal yang paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai kepada anak.
Kecerdasan spiritual adalah bagaimana manusia dapat berhubungan dengan Sang Pencipta. Dengan kata lain kecerdasan spiritual adalah kemampuan menusia untuk mengenali potensi fitrah dalam dirinya serta kemampuan seseorang mengenali tuhannya yang telah menciptakannya, sehingga di manapun berada merasa dalam pengawasan Tuhannya. Kecerdasan spiritual mampu menghadirkan keimanan dalam setiap aktivitas, kegemaran berbuat untuk Tuhan, disiplin beribadah, sabar berupaya dan bersyukur.
            Beberapa hal bisa kita lakukan untuk menstimulasi kecerdasan spiritual anak
1.    Menjelaskan adanya Tuhan melalui segala yang diciptakan.
Alam semesta dan segala isinya adalah ciptaan Tuhan. Mengajak mereka berjalan di alam terbuka, dan ajak mengamati satu persatu hal yang ditemui. Pohon, bunga, kupu-kupu, kucing, dan semua makhluk, semua adalah ciptaan Tuhan. Termasuk kita ajak mengamati langit, hujan , matahari, bulan dan bintang.
Anak akan merasakan betapa Allah adalah Maha pencipta, dan Maha besar.
2.    Mengajak berkomunikasi dengan Tuhan melalui ibadah dan berdoa.
Setelah mereka memahami bahwa semua dalah ciptaan Tuhan, ajari mereka untuk bersyukur dengan cara beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Juga membiasakan berdoa di awal dan akhir kegiatan. Anak akan memahami bahwa Tuhan adalah Maha Pengasih, Penyayang, dan Maha Pelindung.
3.    Menjelaskan bahwa Tuhan Maha melihat setiap aktivitas yang dilakukan.
Mengapa kita harus jujur dan berbuat baik? Karena Tuhan senantiasa melihat setiap apapun yang kita lakukan.
Kita bisa menjelaskan melalui kegiatan bercerita, sehingga terasa menyenangkan bagi anak.
4.    Mengajak anak untuk berbagi dan peduli dengan sesama.
Perasaan mereka yang masih murni akan terisi rasa empaty jika kita sering mengajak mereka untuk berbagi dengan sesama. Misalnya berkunjung ke Panti Asuhan, ataupun memberikan sesuatu untuk orang yang tidak mampu.
Anak belajar dari apa yang mereka alami. Rasa peduli dan kepekaan mereka terhadap lingkungan akan tertanam di lubuk hati mereka.
 Yang terpenting dalam menstimulasi kecerdasan spiritual anak adalah, orangtua menjadi model terbaik. Karena pada dasarnya anak adalah peniru yang ulung. Kemudian semua hal dan karakter baik akan menjadi bagian dalam diri anak melalui pembiasaan. Orangtua harus rajin beribadah, harus jujur, harus memiliki pribadi pemaaf, sebelum menuntut anak berperilaku yang sama.
Orang-orang yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi akan meninggalkan bekas di hati orang lain, sebab orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi akan menjaga amanah yang diberikan kepadanya. Semoga anak-anak  kita menjadi orang dengan kecerdasan spiritual yang tinggi.


by : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
      Kalimantan Timur

( Dimuat di majalah TAB Borneo)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK             Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.             Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.             Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh