Langsung ke konten utama

Menghadapi Rengekan Anak Saat Belanja



Beberapa orang tua bertanya, mengapa setiap kali kami berbelanja ke toko, anak-anak selalu meminta ini dan itu, yang sebenarnya tidak dibutuhkan ? Jika tidak dibelikan, mereka merengek-rengek, malah kadang mengamuk.
Penyebabnya ada beberapa hal. Pertama, orang tua mana yang  tidak ingin membahagiakan anaknya ?  Mengabulkan dan membiarkan anak meminta barang-barang saat berbelanja, menjadi boomerang sendiri bagi orang tua. Bisa jadi karena orang tua yang tidak konsisten, misalnya ibunya selalu menolak, sementara ayah selalu mengabulkan.
Penyebab kedua, adalah faktor modeling dari perilaku orangtua atau lingkungannya. Ketika anak melihat ibu atau ayahnya berbelanja di supermarket atau toko, yang sepertinya mengambil barang sesuka hati, anak pun mulai mempaktekkan hal yang sama. Karena lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan perilaku anak.
Faktor ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah adanya pengaruh iklan di Televisi atau Media lainnya yang sering anak lihat.Anak-anak merupakan sasaran empuk bagi produsen untuk memasarkan produknya. Iklan dibuat sedemikian menariknya sehingga mempengaruhi anak untuk mencoba produknya.
Seorang anak belajar dari bagaimana respon kita pada mereka. Pada umumnya, mereka “memaksa” dengan menggunakan tangis dan amukan. Ketika anak meminta baik-baik, kita mungkin tidak menurutinya. Tetapi begitu anak berteriak keras, menangis, bila perlu mengamuk, kita segera menurutinya. Pengalaman ini sangat “berkesan” sehingga mereka menjadikannya “pegangan” dalam menghadapi orang tuanya.
Lalu harus bagaimana apabila anak sudah telanjur berperilaku demikian?
 Ada beberapa cara yang  bisa kita lakukan :
1. Menulis daftar belanja.
Tuliskan dahulu daftar belanja yang akan kita beli. Kemudian tanyakan pada anak apa yang hendak mereka beli. Tentu saja kita harus selektif, dan memberikan penjelasan pada anak mengenai barang-barang yang bisa mereka beli.
2. Memberikan anak budget khusus.
Caranya  adalah dengan menyisihkan dana khusus untuk anak. Misalnya, saat akan berbelanja, berika perkiraan dana yang dapat dibelanjakan oleh anak.
3. Teguh pada daftar belanja.
Ketika di tempat belanja, mungkin kita akan tergoda untuk membeli barang lain di luar daftar belanja. Usahakan tetap teguh pada daftar yang ada. Karena anak akan mencontoh perilaku orang tuanya.
4. Siapkan diri terhadap Perilaku Anak.
Bisa saja anak akan tetap merengek walaupun sudah membuat daftar belanjanya.  Kita tetap harus siap dengan kondisi tersebut. Anak akan berteiak atau mengamuk demi keinginannya terpenuhi. Yang harus kita lakukan adalah tetap tenang, namun jangan mengabulkan permintaannya, karena hal tersebut akan menjadi senjata ampuhnya. Gendong anak dan usap punggungnya.  Apabila anak semakin menampakkan sikap yang tidak meyenangkan, sebaiknya kita meninggalkan tempat belanja. Yang pasti, jangan sampai kita ikut terpancing emosi.

Mengatasi rengekan anak terhadap barang-barang saat berbelanja bukan hal yang mudah. Namun memang sebaiknya anak dilatih untuk tidak konsumtif, dan mengerti bahwa tidak semua permintaan bisa terpenuhi. Anak akan memahami bahwa diri mereka akan baik-baik saja walaupun tidak mendapatkan mainan, maupun permen yang dilihatnya di toko.

Oleh : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
Dimuat di Tribun Kaltim, Minggu, 25 November 2018


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK             Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.             Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.             Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh