Langsung ke konten utama

SETIAP ANAK INGIN DIMENGERTI




            Salah satu murid saya menangis pagi itu, sebut saja namanya Indra, usianya 4 tahun. Dia tidak mau masuk ke kelas, teriakannya keras,  sambil terus menunjuk ke sepeda roda empat barunya yang terparkir di halaman sekolah. Setiap ada yang bertanya, “kenapa?”, Indra semakin keras berteriak dan meraung. Sayapun mendekatinya perlahan, dan berjanji dalam hati, jangan bertanya menggunakan kata “ Kenapa”. Saya usap punggungnya perlahan dan saya usap airmata yang membasahi pipinya menggunakan tissue. Saya memperhatikan tatapannya yang tidak lepas dari sepedanya.
            “ Sepeda Indra baru ya? Waah bagus sekali” kata saya. Dan itu cukup jitu meredakan amarahnya. Dia mengangguk perlahan sambil menatap saya.
“ Tadi Indra ke sekolah naik sepeda ya?, hebat dong” dia masih menatapku, dan tangisnya terhenti.
“ Yuk kita lihat sepedanya, bu guru mau lihat deh” Saya gandeng Indra  menuju sepedanya.
“ Kapan belinya?” lanjut saya bertanya.
“Kemarin sore sama ayah”, Alhamdulillah dia sudah mau berbicara.
“Aku masih pengen main sepeda, tapi si mbak bilang aku harus sekolah. Aku gak mau” matanya kembali memerah akan menangis lagi.
“Oohh.. baiklah, bu guru temanin main sepeda ya.  Sampai posyandu disitu terus balik lagi ke sekolah, okey? “ Ajakku ke Indra setelah tahu permasalahannya.
Senyumnya mengembang dan mengangguk cepat. Diapun menaiki sepedanya dengan semangat dan mengayuh pelan. Matanya bersinar menatapku, yang mendampingi berjalan di samping sepedanya. Sesuai komitmen kami, setelah sampai posyandu  dan kembali ke sekolah, Indra memarkir sepedanya di halaman dengan puas dan berkata “ Ma kasih bu guru, sekarang Indra mau sekolah, Biar sepedanya nunngu”
Akupun menggandeng dan mengantarnya sampai ke kelas.
~~~
Dalam kondisi emosi yang negatif, seorang anak tidak mau menerima pertanyaan “kenapa” ataupun menerima nasehat yang dapat mengubah perilaku mereka. Berbeda hasilnya jika kita mampu mengerti dan mengenali perasaan emosi mereka terlebih dahulu, maka mereka akan terbuka dam mendengarkan saran dan nasehat kita. Anak-anak akan melakukan sesuatu jika membuat mereka merasa nyaman di hatinya.
            Cara terbaik untuk memahami anak kita adalah mengenal emosinya, dan memberi kekuatan untuk menemukan solusi atas masalahnya sendiri. Terkadang yang dibutuhkan anak adalah ingin didengarkan dan dimengerti. Pahami emosi mereka terlebih dahulu, tidak perlu bertanya mengapa, biarkan mereka berbicara, dan dengarkan dengan penuh perhatian. Saat merasa nyaman,  anak akan terbuka, berbagi pikiran, dan perasaannya. Biarkan anak mengungkap emosi dan pikirannya dengan bebas (saat kita ada untuk memberi dukungan emosional), maka kita akan melihat mereka dapat menemukan solusi dari diskusi dan komunikasi yang dilakukan.
Hal terpenting adalah kita harus belajar memahami emosi kita terlebih dahulu, misalnya marah, kecewa, sedih, frustasi, takut, dan lain-lain. Saat kita bisa memahami  emosi kita, kita juga bisa memahami emosi orang lain (anak kita). Dengan turut mengerti  perasaan emosi anak dan membiarkan menemukan solusi masalahnya, maka anak akan merasa dipahami dan nyaman. Serta akan tumbuh rasa percaya diri di lingkungan yang menghargai mereka. Dan berikutnya, akan mudah bagi anak untuk terbuka dengan orangtuanya dan  sikap saling percaya antara orangtua dan anak akan terbentuk dengan baik.
Karena setiap anak ingin didengarkan dan dimengerti...

Oleh : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
Dimuat di Tribun Kaltim, 01 Oktober 2017 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HARI PERTAMA SEKOLAH

Mengantar  anak ke sekolah untuk pertama kalinya mungkin menimbulkan serangkaian emosi orangtua. Bisa jadi kita merasa bangga, bergairah, dan bahagia. Jika selama ini anak selalu bersama kita di rumah, mungkin kita merasa lega, sebab dalam beberapa hari dalam seminggu, kita memiliki jam-jam bebas. Dan kadang kita mungkin merasa bersalah dengan pikiran seperti itu. Kita mungkin khawatir anak kita belum siap ke sekolah, secara emosional dan perkembangnannya. Kita mungkin merasa sedih karena anak kita bukan lagi seorang bayi. Ya, mereka memang masih kecil, tetapi mereka sudah cukup umur untuk masuk sekolah dan itu menandai tahapan baru kehidupannya. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan ini semuanya sekaligus, sebagian, atau tidak sama sekali. Atau mungkin bisa saja kita merasakan semuanya pada saat yang sama, atau berganti-ganti. Minggu-minggu sebelum sekolah dimulai, anak kita mungkin mengalami bermacam-macam emosi. Mereka mungkin bergairah, bingung, cemas, bahkan tertegun. Me...

DENGAN PUJIAN, ANAK BELAJAR MENGHARGAI

Pujian adalah salah satu cara kita mengekspresikan kasih sayang kita. Kata-kata pujian bisa memotivasi anak dan membuat mereka merasa dihargai. Pujian memupuk harga diri mereka, dan membantu mereka belajar menghargai siapa mereka dan akan menjadi apa mereka nanti. Memuji anak-anak kita atas upaya-upaya maupun prestasi-prestasi mereka adalah salah satu tugas kita yang terpenting sebagai orangtua. Hendaknya kita tidak ragu-ragu memberikan pujian dengan murah hati. Tidak ada yang namanya terlalu banyak pujian dalam soal mendorong harga diri seorang anak. Dengan memuji, kita membantu anak-anak membangun kepercayaan diri yang dapat mereka manfaatkan ketika kita tidak hadir atau ketika mereka mengalami masa-masa sulit. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa pujian dan penghargaan yang kita berikan kepada anak-anak sekarang bisa bertahan seumur hidup. Ketika kita memuji anak-anak kita, kita juga memberi model tentang bagaimana caranya memperhatikan dan mengekspresikan penghargaan mere...

MENGATASI RASA PEMALU PADA ANAK

Ketika anak mulai mengenal dunia luar, selain keluarga dan lingkungan rumahnya, maka sifat pemalu anak akan terlihat. Ada anak yang terlalu pemalu, ada juga yang terlalu percaya diri.  Mengapa anak kita pemalu? Dan bagaimana mengatasinya? Beberapa situasi yang biasanya dialami anak menjadi pemalu adalah : Bertemu dengan orang yang baru dikenal, tampil didepan orang banyak, atau situasi baru (misalnya sekolah baru, pindah rumah baru). Pada dasarnya, pemalu bukanlah hal yang menjadi masalah atau dipermasalahkan dan bukan merupakan abnormalitas. Akan tetapi, masalah justru muncul akibat sifat pemalu. Misalnya, ketika berada di rumah teman/tetangga, anak ingin buang air kecil tapi malu minta ijin ke toilet,  anakpun menahan keinginan buang air dan akhirnya mengompol. Pemalu juga bisa mengakibatkan anak tidak bisa mengembangkan potensinya, misalnya anak mempunyai bakat menyanyi, tetapi karena pemalu, maka anak tidak mau tampil. Hal ini sangat disayangkan. Untuk mengatasi sifat...