Langsung ke konten utama

BERIKAN APRESIASI PADA ANAK

  

Apresiasi diartikan menghargai. Sebagai orangtua kita harus  bisa selalu mengapresiasi segala bentuk pencapaian anak. Seperti halnya kita sendiri, apabila hasil jerih payah kita dalam bekerja diapresiasi, maka ada semangat dan kebahagiaan dalam hati kita.
Memberikan apresiasi adalah salah satu hal sederhana yang sering terlupakan, padahal dampaknya sangat luar biasa bagi perkembangan jiwa dan kemajuan anak.  Dalam mendidik anak, hendaknya kita jangan sungkan-sungkan untuk memberikan penghargaan, baik secara verbal , non verbal, maupun kontak. Apresiasi secara verbal adalah memberikan pujian kepada anak, misalnya : Bagus !, Bagus sekali !, Yaa.. betul, pintar !, Anak mama memang hebat !, luar biasa, jago sekali !, dan lain-lain.
Apresiasi yang bersifat non verbal , bisa berupa gerak isyarat seperti : anggukan kepala, acungan jempol, senyuman, sorot mata yang sejuk, bersahabat, dan lain-lain. Apresiasi ysng bersifat kontak seperti : Tepukan di pundaknya,  jabatan tangan, melakukan tos-tosan, dan lain-lain.
Apresiasi kita berikan bukan hanya bagi anak yang mendapatkan prestasi bagus, atau melakukan hal-hal yang baik, tetapi juga kepada anak yang tidak berprestasi, atau melakukan kesalahan. Kita bisa memberikan apresiasi korektif atau konstrukstif yang dapat membangun dan menumbuhkan semangat anak.  Misalnya saat anak merasa tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik, kita jangan mencemooh, memarahinya, atau bahkan menghujatnya, tetapi kita berkewajiban untuk menumbuhkan semangatnya agar kelak di kemudian hari bisa lebih baik lagi. Seperti dengan kalimat : “Sabar ya, nak! Jangan putus asa. Mama tetap bangga denganmu, sayang”. Kalimat tersebut diiringi dengan apresiasi kontak berupa belaian di rambutnya dan tepukan di bahunya.
Orang tua tidak perlu takut mengapresiasi dengan alasan karena takut hal ini jadi memanjakan anak. Apresiasi bukan hal yang memanjakan. Tujuannya adalah untuk menggugah semangat juang. Apresiasi juga bukan untuk menutupi kelemahan, tapi bertujuan agar si anak mengerti bahwa dirinya berharga.
Saat orang tua mengapresiasi anak, sesungguhnya orang tua sedang memberikan teladan pada anak untuk belajar peduli dengan orang lain. Anak juga belajar menghargai orang lain, dan belajar menjalin komunikasi positif dengan orang lain. Memberikan apresiasi tidak perlu dengan kata-kata yang berlebihan. Secukupnya saja. Intinya adalah penghargaan terhadap perilaku anak kita.
Anak-anak belajar dari apa yang mereka alami dalam kehidupan ini. Bila mereka merasa didukung dalam kehidupannya, mereka akan belajar menyukai diri sendiri.  Bila mereka banyak dipuji dan dihargai dalam kehidupannya, mereka akan belajar menghargai dan lebih percaya diri.

Oleh : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd
Dimuat di Tribun Kaltim, Minggu, 10 Desember 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...