Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

PENUHI KEBUTUHAN ANAK

            Anak  adalah anugrah terindah dan harta paling berharga yang kita miliki. Memenuhi kebutuhan dasar mereka, dan menjadi orangtua yang baik bagi mereka adalah pilihan yang tepat.  Untuk mengetahui apa saja kebutuhan anak, kita bisa belajar dari Teori Hierarki Kebutuhan Maslow. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan manusia pada dasarnya ada lima tingkatan. Pertama, kebutuhan fisiologikal ( physiological needs ).  Kebutuhan Fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar setiap manusia. Sebagai orangtua, kita harus memenuhi kebutuhan fisiologis anak, diantanya dengan memberikan makanan dan minuman bergizi, pakaian dan lingkungan rumah yang nyaman. Kebutuhan kedua adalah  kebutuhan rasa aman ( safety needs) . Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi menjadi perlindungan fisik dan perlindungan psikologis. Perlindungan fisik, yaitu kita melindungi mereka dari penyakit (dengan menjaga kebersihan lingkungan, dan imunisasi), melindungi dari bahaya, dan lain-lain.  Perlindungan p

BERI WAKTU DAN PERHATIAN LEBIH KEPADA ANAK

Anak usia dini sangat membutuhkan perhatian dari orang-orang terdekatnya. Jangan biarkan masa kanak-kanak mereka berlalu begitu saja tanpa merasakan kasih sayang orang tuanya. Sebagai pendidik anak usia dini, kami  bisa melihat beberapa kasus kurangnya perhatian orangtua ke anak adalah sebagai berikut : 1.       Orangtua yang sibuk bekerja. Kedua orangtua yang terlalu sibuk bekerja adalah pilihan, namun ketika anak akhirnya terabaikan itu yang patut dijadikan perhatian. Ketika anak lebih banyak diasuh pembantu, maka akan sangat banyak membawa dampak kepada anak. Ada beberapa pembantu yang sangat kasar kepada anak, baik saat memakaikan sepatu, ataupun saat menyuapin mereka makan. Anak menjadi trauma saat melihat makanan, juga terlihat jadi suka membentak. 2.       Bersikap kasar dalam mengasuh anak. Ada juga kasus ibunya atau ayahnya tidak bekerja, namun sangat keras dalam mendidik anaknya. Mereka sering menghukum anak di kamar mandi, dan memberikan pukulan apabila anak tidak

Memahami Arti Cinta

            Ada banyak cara untuk memperlihatkan kasih sayang orangtua kepada putra putrinya. Sebagai makhluk sosial, setiap orang perlu memiliki rasa kasih dan saling menyayangi sesamanya, terlebih untuk sang buah hati. Ungkapan cinta sangat penting bagi perkembangan psikologis seorang anak. Tanda cinta orangtua diberikan sejak anak dalam kandungan, sentuhan lembut saat bayi, dan terus hingga mereka tumbuh dewasa.             Pada dasarnya, anak belajar mencintai dan dicintai  dari orangtuanya. Anak akan memperhatikan perilaku orangtua untuk  mengetahui apakah dia pantas untuk dicintai atau tidak. Lewar ayah-ibu, terciptalah pondasi pemahaman diri anak, khususnya melalui tindakan dan kata-kata  mereka. Memahami arti kasih sayang secara timbal balik sudah sepatutnya didapatkan setiap anak, tanpa ada perbedaan. Cara efektif untuk mengungkapkan perasaan kita kepada anak adalah dengan memperhatikan responnya.             Menurut Gary Chapman dan Ross Champbel dalam bukunya “ The Fi

Jangan Meremehkan Anak

            Tanpa sadar, terkadang orangtua sering meremehkan kehebatan anak. “Ah, yang bener?“, mungkin komentar itu pernah kita lontarkan kepada anak saat anak bercerita tentang kehebatan dirinya. Ini yang perlu kita perhatikan, karena kalimat tersebut  memiliki dampak yang tidak sederhana.             Seorang anak yang menceritakan kehebatan dirinya kepada orangtua memiliki tujuan agar dirinya memperoleh penghargaan, Dia imgin disayang melalui pujian orangtuanya. Dia ingin mendapatkan pengakuan bahwa dirinya adalah anak hebat. Maka, ketika cerita hebat yang ia sampaikan berbalas dengan sikap merendahkan dari orangtua, tentu anak akan kecewa. Ia akan merasa tidak disayang dan menganggap dirinya tidak berguma,             Tanggapan orangtua yang seolah tidak mempercayai ucapan anak sesungguhnya merupakan tuduhan bahwa anak telah berbohong dengan cerita yang diutarakannya. Ini menyakitkan. Sebab, meskipum apa yang disampaikan anak adalah khayalan belaka, karena imajinasi anak me

MENDIDIK ANAK TAK BISA SENDIRI

  Terinspirasi dari ungkapan “ 'It takes a village to raise a children ”, bahwa kita tidak bisa sendirian mendidik dan membesarkan anak-anak kita. Kita membutuhkan bantuan banyak orang untuk melakukannya. Kakek, nenek, seluruh keluarga besar, lingkungan sekitar tempat tinggal, dam tentu saja guru-guru di sekolah. Memang untuk bisa sukses mendidik anak, diperlukan kerjasama antara banyak pihak. Bagaimanapun, pendidikan karakter memang dimulai dari rumah, sedangkan pendidikan sosialisasi dimulai dari lingkungan rumah tinggal, dan kemudian stimulasi semua aspek perkembangan anak didukung oleh sekolah. Dalam bentuk apa saja keterlibatan yang dibutuhkan oleh pihak sekolah dari orangtua? Pertama adalah berkenalan dengan guru.  Guru di sekolah pasti akan senang sekali bisa berkenalan langsung dengan wali muridnya. Mintalah kontak pribadi mereka, seperti nomer telepon. Sempatkan untuk mengobrol apabila ada waktu, sekedar menanyakan kemajuan pendidikan si kecil, Pasti akan lebih baik

BERSAMA MENDIDIK ANAK

Setiap anak adalah bibit unggul. Namun untuk tumbuh menjadi pohon yang bermanfaat, maka dia butuh dipupuk, disiram, dilindungi, dirawat, dan cukup cahaya matahari. Seorang anak tidak bisa tumbuh dengan sendirinya, dia membutuhkan kasih sayang dan pendidikan dari orangtuanya, sekolah tempat dia belajar, dan masyarakat yang mendukung. Kerjasama dan kemitraan yang baik antara keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat bisa membuat suasana dan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi anak.         Menurut UU  SISDIKNAS 20/2003 pasal 6 ayat 2  mengatakan bahwa  ‘ Setiap warga Negara ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan’. Dalam hal ini,  tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (tripusat pendidikan).   Sekolah adalah fase kedua dari pendidikan pertama dalam keluarga, karena pendidikan pertama dan utama diperoleh anak dari keluarganya. Pada masa inilah peletakan pondasi belajar harus tepat dan benar. Biasanya yang terj

MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK

Percaya Diri, atau percaya pada kemampuan sendiri adalah hal penting yang harus dimiliki oleh seseorang. Baik dalam pergaulan, meraih prestasi, maupun dalam karier kita. Sebagai orang tua, dan juga bagi guru prasekolah ( 1 – 6 tahun), hendaknya kita mulai menanamkan rasa percaya diri kepada anak-anak sedini mungkin. Terkadang kata “percaya”, memang mudah diucapkan. Tapi hati kadang tidak sepenuhnya”percaya”. Saat kita bilang pada anak kita, “Mama percaya padamu, nak”. Pasti saat itu juga ada keraguan yang terbesit di pikiran kita. Namun begitu, keraguan tersebut, tidak perlu kita perlihatkan pada anak. Percayalah pada anak, maka anak akan Percaya Diri. Rasa percaya pada anak diuji pada saat  melepas mereka ke sekolah untuk pertama kalinya (Prasekolah). Beragam keraguan dan kekhawatiran biasanya muncul. Bisakah dia tanpa saya. Kalau ada apa- apa bagaimana. Memang, sebelum kita memasukkan mereka ke sekolah, kita harus terlebih dulu mengenal  bagaimana sekolahnya, kepala sekolahny

HARI PERTAMA SEKOLAH

Mengantar  anak ke sekolah untuk pertama kalinya mungkin menimbulkan serangkaian emosi orangtua. Bisa jadi kita merasa bangga, bergairah, dan bahagia. Jika selama ini anak selalu bersama kita di rumah, mungkin kita merasa lega, sebab dalam beberapa hari dalam seminggu, kita memiliki jam-jam bebas. Dan kadang kita mungkin merasa bersalah dengan pikiran seperti itu. Kita mungkin khawatir anak kita belum siap ke sekolah, secara emosional dan perkembangnannya. Kita mungkin merasa sedih karena anak kita bukan lagi seorang bayi. Ya, mereka memang masih kecil, tetapi mereka sudah cukup umur untuk masuk sekolah dan itu menandai tahapan baru kehidupannya. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan ini semuanya sekaligus, sebagian, atau tidak sama sekali. Atau mungkin bisa saja kita merasakan semuanya pada saat yang sama, atau berganti-ganti. Minggu-minggu sebelum sekolah dimulai, anak kita mungkin mengalami bermacam-macam emosi. Mereka mungkin bergairah, bingung, cemas, bahkan tertegun. Mereka

IDUL FITRI, CINTA YANG BERHIMPUN

Cinta merupakan salah satu instrumen paling efektif dalam mendidik anak. Saat Ramadhan, anak-anak sudah banyak belajar dan merasakan cinta. Cinta ibunya saat menyiapkan makan sahur dan berbuka, cinta ayahnya yang memimpin sholat berjamaah, cinta saudaranya yang bersama-sama menghabiskan waktu, dan cinta sesama dengan berbagi dan bersedekah. Dan yang terpenting adalah cinta kasih sayang Allah yang memberikan kebahagian. Idul Fitri, adalah saatnya cinta seluruh semesta berhimpun. Kehadirannya sangat sakral untuk dinikmati, dan semua bersuka cita menyambutnya. Namun demikian ekspresi yang kita tunjukkan hendaknya tidak mengkerdilkan maknanya. Ajak anak-anak kita untuk bersyukur dengan mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil. Dan ajak anak dan jelaskan saat memberikan zakat fitrah. Cinta pada saat Idul Fitri menumbuhkan kasih sayang antara orangtua terhadap anaknya, anak terhadap orangtuanya, keluarga terhadap tetangga, dan kasih sayang terhadap semua manusia penghuni bumi. Itulah

MENUMBUHKAN CINTA DAN TOLERANSI SAAT RAMADHAN

            Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh makna. Banyak hal yang bisa kita pelajari untuk bisa kita aplikasikan dalam mendidik anak. Contohnya adalah ilmu sabar, ilmu menumbuhkan cinta, dan ilmu menghargai perbedaan.             Sabar itu terkadang mudah diucapkan, namun sulit dilakukan. Kesabaran,  bisa diartikan suatu keadaan dimana kita bisa dengan  lapang hati menerima  suatu proses kejadian, tanpa mengeluh ataupun menggerutu.  Sikap sabar, adalah sikap positif yang harus kita miliki sebagai orangtua, dan harus kita tanamkan ke anak-anak. Bahwa  ada hal-hal dalam kehidupan yang membutuhkan waktu dan proses. Misalnya, sabar saat antri, sabar menunggu giliran,  sabar menunggu hari  istimewa,  dan lain-lain. Selama puasa Ramadhan,  kita terlatih untuk sabar,  karena selain menahan haus dan lapar, kita juga harus bisa menahan amarah dan emosi. Orangtua yang baik adalah orangtua yang sabar mendidik anak-anaknya. Allah Maha Baik, Maha Pengasih Penyayang, Maha Pemberi Maaf

Cerdas Adversity (AQ) melalui Puasa

            Kecerdasan ternyata tidak hanya IQ (Cerdas Intelektual), EQ (Cerdas Emosi) dan SQ (Cerdas Spiritual). Namun, menurut Paul G. Stoltz, setelah melakukan penelitian panjang, ada sebuah kecerdasan baru yang disebut AQ atau Adversity Quotient. Menurutnya AQ adalah Kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialaminya. Faktor dominan pembentuk AQ adalah sikap pantang menyerah. AQ akan menjadi faktor penentu sukses, jika orang lain gagal, sementara kesempatan dan peluang yang dimiliki sama. Sebagai gambaran, Stoltz memakai terminology para pendaki gunung. Ada tipe quitter (yang menyerah), camper (berhenti di tengah jalan) dan tipe climber (pendaki yang mencapai puncak).    Kita sebagai orangtua, harus bisa menjadi tipe climber, gigih dan pantang menyerah, dan tentu saja bisa mendidik anak-anak kita menjadi seorang climber, dengan kecerdasan seimbang antara IQ, EQ, SQ  dan pribadi dengan AQ tinggi.    

MENGAJARKAN DISIPLIN PADA ANAK

            Mengajarkan disiplin pada anak sebenarnya sudah dapat dimulai sejak bayi, seperti mengajarkan waktu makan, waktu tidur, dan rutinitas lainnya. Namun tentu saja harus disesuaikan dengan usia dan perkembangan setiap anak. Pada usia balita, anak mulai belajar untuk mengontrol tubuh dan perilakunya, sehingga merupakan waktu yang tepat untuk pendidikan disiplin.             Apa arti disiplin sebenarnya? Kebanyakan orang mengartikan disiplin sebagai memberikan hukuman bila anak berperilaku buruk atau sebaliknya mendidik anak untuk berperilaku baik. Pengertian disiplin yang  sebenarnya adalah membina perilaku dan kebiasaan baik yang dapat diterima dan membantu anak menjadi semakin mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya dan orang lain.             Setiap keluarga mempunyai bentuk pendekatan disiplin yang berbeda dan setiap anak adalah individu yang berlainan sehingga pendekatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan sifat dasar masing-masing anak. Apapun bentuk disi

MAKNA HARI KARTINI

Tanggal 21 April, adalah hari lahir RA Kartini, pahlawan emansipasi Indonesia. Di sekolah-sekolah, biasa memperingatinya dengan beragam kegiatan. Ada yang memperingatinya dengan pentas seni, peragaan busana, atau karnaval. Makna apa sebenarnya yang bisa sampaikan kepada anak- anak usia dini tentang memperingati Hari Kartini ?             Secara kata, anak-anak mungkin belum memahami arti emansipasi. Yang bisa kita jelaskan kepada mereka adalah bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk mencapai cita-citanya.  Bisa menjadi profesi apa saja. Bisa menjadi pilot, tentara, dokter dan lain-lain.  Anak laki-laki dan perempuan, harus sama-sama rajin belajar untuk bisa meraih cita-cita apapun. Kemuadian mengenai kegiatan peragaan busana atau pentas seni, sebenarnya tujuannya adalah menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air kepada mereka, juga menampilkan ketrampilan seni yang telah mereka dapatkan selama di bangku sekolah.  Menghafalkan lagu “Ibu Kita Kartini

Pentingnya Mengajarkan Antri pada Anak

Mengajarkan antri pada anak termasuk salah satu dalam  pendidikan karakter untuk  anak usia dini.  Pendidikan karakter ini sangat penting,  karena usia dini merupakan masa emas perkembangan ( golden age ) yang keberhasilannya sangat menentukan kualitas anak di masa dewasanya. Montessori menyebutnya dengan periode kepekaan ( sensitive period) . Menurut Freud kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini ini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Erikson, 1968). Mengajarkan anak untuk mengantri, bisa mengembangkan kecerdasan emosionalnya, juga mengembangkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dengan lingkungannya.             Beberapa pelajaran dari mengantri, diantaranya adalah : -           Anak belajar manajemen waktu. Jika ingin  mengantri paling  depan, maka harus  datang le