Langsung ke konten utama

MENANAMKAN KEJUJURAN MELALUI IBADAH PUASA


            Bulan Ramadhan bulan penuh hikmah. Sebagai orangtua yang baik, di bulan suci ini, selain kita bisa mengajarkan anak-anak mengenai ibadah puasa, kita juga bisa mulai menanamkan nilai-nilai karakter yang baik kepada anak, salah satunya tentang kejujuran.          
            Kejujuran adalah kualitas yang diharapkan dari setiap orang. Setiap orangtuapun mengharapkan anak-anak mereka tumbuh menjadi orang yang jujur dan dapat dipercaya. Apa itu jujur ? Dapatkah anak menjawab pertanyaan itu? Jika tidak, atau jika mereka telah berlaku tidak jujur tetapi benar-benar tidak tahu apa yang mereka telah lakukan, maka saatnya orangtua mulai menjelaskan apa arti dari sebuah kejujuran.

            Untuk mengajarkan apa arti kejujuran pada anak di bulan Ramadhan ini , kita dapat memulainya dengan menceritakan sebuah kisah yang berhubungan dengan ibadah puasa dan perilaku jujur. Bahwa dalam berpuasa, kita memang tidak hanya menahan lapar dan haus, namun juga menjaga perilaku, dan  tidak boleh  berbohong. Apapun yang kita lakukan Allah pasti akan melihat. Kita bisa memberikan contoh-contoh nyata, misalnya makan minum secara sembunyi, mengambil barang yang bukan haknya, mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak dilakukan, dan lain-lain, Allah pasti mengetahui.  Kegiatan bercerita ini bisa kita lakukan pada saat kita bersama dengan anak, misalnya sesudah makan  sahur, sesudah sholat berjamaah, atau saat menunggu berbuka. Dengan kedekatan emosi dan suasana Ramadhan,  anak-anak akan senang mendengarkan cerita yang beragam tentang kejujuran dan kebaikan, sehingga cepat terserap dan tertanam dalam diri mereka. Memang dibutuhkan kreativitas orangtua dalam kegiatan ini. Anak-anak belajar dari apa yang mereka alami dalam kehidupan. Ketika Ramadhan, mereka bisa belajar banyak hal, tergantung bagaimana orangtua berinteraksi dan memberikan nilai-nilai kebaikan, tentang kejujuran dan toleransi kepada mereka. Dan yang terpenting dalam mengajarkan karakter anak adalah, dengan pembiasaan dan menjadi teladan atau model bagi mereka, Hal tersebut akan tertanam sampai mereka tumbuh dewasa. 

by : Baldwine Honest Gunarto

( Dimuat di Harian TRIBUN KALTIM. Minggu, 21 Juni 2015 )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK             Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.             Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.             Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh