Langsung ke konten utama

Belajar dari Anak-anak kita

Belajar dari Anak-anak kita

Sebuah Catatan menyambut Hari Ibu

Menjelang hari Ibu, alangkah baiknya kita para ibu untuk instropeksi diri sejenak. Apakah kita sudah menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita?
Menjadi seorang ibu merupakan sesuatu yang susah-susah gampang. Kalau dibilang susah, setiap perempuan yang sudah menjadi ibu, pasti secara alamiah bisa menjalankan perannya sebagai ibu. Kalau dibilang gampang, ternyata selalu saja ada batu sandungan untuk menjadi seorang ibu yang baik. Menjadi ibu dari satu atau bahkan lebih anak? Pasti sangat berwarna.
Sebagai ibu (saya juga seorang ibu biasa, Ordinary Mom) banyak sekali yang harus kita pelajari dan persiapkan untuk masa depan anak-anak kita dari sekarang. Namun uniknya, justru dari anak-anak ini kita bisa belajar banyak.
Anak-anak usia dini itu lucu, polos, dan tanpa dendam. Ketika mereka berkelahi atau marah dengan teman mereka, itu ternyata hanya sesaat saja. Tanpa ada dendam di hati, mereka akan bermain bersama lagi. Ini mengajarkan pada kita, bahwa dendam itu tidak perlu ada di hati kita.
Anak-anak itu peka perasaannya. Mereka memiliki kemampuan (dan kemauan) yang luar biasa untuk ikut merasa senang ketika orang lain senang dan ikut merasa sedih ketika orang lain sedih. Betapa mudahnya anak tertawa gembira ketika orang-orang disekitarnya sedang tertawa, dan sebaliknya betapa mudahnya anak menangis sedih ketika orang-orang didekatnya menangis sedih. Ini mengajarkan kita tentang rasa Berbagi.
Anak akan merasa nyaman dengan orang yang dekat, tulus dan mengerti perasaan mereka. Terkadang anak bisa lebih dekat dengan ibu guru sekolah, atau pengasuh mereka apabila ternyata guru dan pengasuh lebih mengerti perasaan mereka, lebih sabar, dan mau mendengarkan mereka, dibanding ibunya dirumah. Ini mengajarkan kita, untuk bisa menjadi ibu yang lebih sabar dan pengertian ketika bersama mereka.
Anak tidak pernah mempermasalahkan perbedaan agama, rasial, dan lain-lain dalam bermain, asalkan permainan itu terasa menyenangkan, Ini mengajarkan kita tentang toleransi.
Anak-anak sangat mencintai alam semesta. Mereka tidak sekedar melihat, namun juga mengamati. Terkadang anak-anak ingin berlama-lama memandang langit ketika malam tiba. Mereka dengan takjub mengamati banyak bintang yang bertebaran dilangit. Ini mengajarkan kita tentang rasa syukur,
Dan banyak hal lagi, yang menunjukkan bahwa Anak-anak kita adalah sangat istimewa. Mereka ibarat kertas putih yang polos, yang siap melukis hari-hari mereka dengan penuh warna-warni. Kitalah yang bertanggung jawab untuk memberikan yang terbaik, agar mereka bisa melukis dengan warna ceria dan hal-hal yang baik dan bermanfaat. Anak-anak itu ibarat busa. Mereka serap segala yang kita perbuat dan ucapkan. Anak-anak belajar dan tumbuh dari apa yang mereka alami dalam kehidupan. Sudahkah kita menjadi ibu yang baik?
Marilah kita instropeksi sejenak, semoga kita bisa menjadi Seorang Ibu yang bisa mendidik dengan baik dan bisa menginspirasikan Nila-nilai Luhur kepada anak-anak kita.
Selamat Hari Ibu..................

by Baldwine Honesr Gunarto

( Dimuat di Harian TRIBUN KALTIM, Minggu, 15 Desember 2013 )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK             Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.             Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.             Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh