Langsung ke konten utama

ANAK RIBUT DENGAN TEMAN, ORANGTUA JANGAN EMOSI

              Saat anak pertama masuk ke dunia sekolah, di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, bertemu dengan teman-teman barunya,  maka salah satu yang  harus orangtua dan guru pahami adalah  aspek perkembangan emosi dan sosialnya. Perkembangan emosi dan sosial melibatkan perasaan anak tentang dirinya sendiri dan orang lain, kemampuan untuk menjalin hubungan atau persahabatan dengan teman, kemampuan memahami pandangan dan perasaan orang lain, serta ketrampilan yang dibutuhkan agar dapat menjadi anggota kelompok yang baik.
            Perkembangan emosi berkaitan dengan cara anak memahami, mengekspresikan, dan belajar untuk mengelola emosinya. Perkembangan sosial berkaitan dengan dengan cara anak berperilaku sesuai dengan norma di lingkungan sosialnya
            Ada beberapa tipe anak dalam beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ada anak yang langsung bisa berbaur, ada yang takut dan malu-malu namun perlahan bisa menyatu. Anak akan saling berhubungan, dan bermain dengan teman-teman barunya. Terjadi konflik dan salah faham antar mereka mungkin bisa membuat mereka tidak nyaman dan tidak mau bersekolah lagi keesokan harinya. Disinilah peran kerjasama  orangtua dan guru, untuk saling berkomunikasi   agar anak bisa tetap  berteman , saling menghargai, dan benar-benar berkembang dengan baik aspek emosi dan sosialnya.
            Ketika anak mengalami masalah dengan temannya di sekolah, orangtua diharapkan tidak ikut emosi dengan saling menyalahkan. Berdiskusi dengan guru di sekolah adalah lebih baik , dalam mencari solusinya. Karena pada dasarnuya anak lebih mudah memaafkan. Menyamakan persepsi antara orangtua dan guru, juga  memberikan nasehat yang senada, . misalnya menyisipkan nilai karakter saling menghargai antar teman di dalam dongeng dan lagu, kemudian  memahami perkembangan emosi dan sosial anak, akan lebih menyelesaikan masalah.

            Keceriaan dan kenyamanan anak di sekolah adalah kunci utama keberhasilah pendidikan, dimana anak akan bisa menyerap segala stimulasi dan ilmu yang diberikan guru di sekolah dengan lebih optimal. Kecerdasan emosionalnya akan berkembang baik, dan rasa sosial, emphaty dan saling menghagai bisa tertanam di diri anak dengan lebih baik. Semua pihak yang terlibat baik di rumah maupun di sekolah harus sama-sama memahami hal ini.

by : Baldwine Honest G 
( Dimuat di Harian TRIBUN KALTIM. Minggu, 2 Agustus 2015 )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...