Langsung ke konten utama

BELAJAR SALING MENGHARGAI PERBEDAAN

Tanggal 28 Oktober lalu, adalah hari Sumpah Pemuda. Arti yang terkandung di hari itu adalah, bahwa dalam kebhinekaan, atau keberagaman yang ada Indonesia, tetap satu semangat nasionalisme, yaitu bertumpah darah, berbahasa, dan berbangsa satu : Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, bahwa dalam kehidupan kita, ada banyak sekali perbedaan yang kita temui, berbeda agama, rasial, kebudayaan, dan lain-lain. Kata yang sering kita gunakan dalam konteks mendiskusikan perbedaan-perbedaan tersebut, adalah TOLERANSI.
Untuk mengajarkan anak tentang Toleransi, bukan hanya sekedar kata-kata, namun yang terpenting adalah memberikan teladan sikap kita dalam memperlakukan orang-orang yang berbeda dari kita, baik dalam cara kita berinteraksi dengan mereka secara langsung, maupun apa yang kita ucapkan tentang mereka ketika mereka tidak hadir. Ini berlaku baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Anak-anak adalah peniru yang baik. Mereka sering memperhatikan bagaimana orang terdekat mereka berperilaku, bahkan ucapan menjelekkan yang paling tidak kentarapun mereka amati.
Terkadang, seseorang mudah sekali mengatakan, “kita harus hidup saling bertoleransi”. Namun ketika putra putri  mereka bergaul dengan teman yang “berbeda’, maka kecurigaan seringkali muncul, dengan menanyakan hal-hal yang tidak sepenuhnya anak fahami. Anak-anak tumbuh di lingkungan, dimana banyak sekali perbedaan-perbedaan yang mereka temui, yang tidak bisa kita hindarkan.  Anak-anak perlu merasa nyaman dengan orang-orang dengan warna kulit, kebudayaan, kemampuan, dan kepercayaan yang berbeda-beda. Dengan menjadi teladan yang baik, juga  memberi anak-anak model menerima dan toleransi, kita dapat mengajari mereka untuk bukan saja menghormati, melainkan juga menghargai dan bahkan menikmati perbedaan-perbedaan diantara orang-orang disekitar  mereka. Apabila sejak dini, sikap saling menghargai perbedaan tersebut sudah tertanam  di hati mereka, maka kedamaian akan tercipta di Indonesia kita tercinta.

by Baldwine Honest Gunarto

( Dimuat di Harian TRIBUN KALTIM, Minggu, 24 November 2013 )




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK             Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.             Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.             Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh