Langsung ke konten utama

Mengatasi Rasa Frustasi Anak


            Saat anak sudah mulai bisa berjalan, memanjat, dan berlari, maka lingkungan sekitarnya menjadi sangat menarik untuk dijelajahinya. Namun rasa frustasipun mulai muncul pada diri anak, dikarenakan larangan dan peraturan yang ada dan keinginan melakukan sesuatu di luar kemampuannya. Misalnya, anak ingin ke taman bermain tetapi orangtua mengajaknya ke supermarket dengan sejuta larangan: tidak boleh memegang benda-benda, tidak boleh berlari, tidak boleh ini-itu. Oleh karenanya, semakin banyak kata “tidak” yang didengar oleh anak-anak di usia ini, semakin senang pula mereka mengucapkannya, sehingga malah cenderung bersikap negatif . Banyaknya larangan ini menimbulkan rasa frustasi yang terkadang terungkap dalam bentuk mengamuk atau perilaku agresif.
            Tidak ada orangtua yang sempurna, begitu juga dengan anak. Tentu saja setiap orangtua mengharapkan anaknya menjadi anak yang penurut, berperilaku baik dan sopan. Namun, balita yang sedang dalam masa perkembangannya akan mencoba belajar banyak hal, sebab, dan akibat, termasuk  menarik perhatian orangtuanya.  Semua ini bagian dari tahap belajar anak, dan melalui pengalaman itu, anak belajar bagaimana harus berperilaku.
            Orangtua memberi pengaruh pada perilaku anak. Orangtua yang stress atau kelelahan dalam merawat si kecil dapat memberikan perasaan negative terhadap anaknya dan mempengaruhi reaksi ketika menghadapi perilaku anak.  Hal ini menjadikan perilaku anak menjadi semakin tidak terkendali . Oleh karena itu apabila permasalahan ini muncul, mungkin orangtua harus instropeksi , apakah permasalahan ada pada diri sendiri atau pada anak. Apabila merasa bahwa persoalan perilaku anak berasal dari sikap orangtua, maka sediakan waktu bagi diri sendiri untuk mengatasinya sebelum menyelesaikan permasalahan dengan si kecil.
            Kebutuhan anak yang utama adalah cinta dan kasih sayang. Kita bisa menyampaikan lewat ucapan, maupun sentuhan dan pelukan. Mendengarkan ketika si kecil berbicara, dan jangan pelit untuk memuji.

Kita perlu melihat segala hal dari sudut pandang si keci;. Sesuatu yang dirasa ringan oleh orang dewasa mungkin tidak demikian halnya bagi si kecil. Dengan demikian kita bisa merasakan rasa frustasinya. 

by : Baldwine Honest Gunarto

( Dimuat di Harian TRIBUN KALTIM. Minggu, 27 September 2015 )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HARI PERTAMA SEKOLAH

Mengantar  anak ke sekolah untuk pertama kalinya mungkin menimbulkan serangkaian emosi orangtua. Bisa jadi kita merasa bangga, bergairah, dan bahagia. Jika selama ini anak selalu bersama kita di rumah, mungkin kita merasa lega, sebab dalam beberapa hari dalam seminggu, kita memiliki jam-jam bebas. Dan kadang kita mungkin merasa bersalah dengan pikiran seperti itu. Kita mungkin khawatir anak kita belum siap ke sekolah, secara emosional dan perkembangnannya. Kita mungkin merasa sedih karena anak kita bukan lagi seorang bayi. Ya, mereka memang masih kecil, tetapi mereka sudah cukup umur untuk masuk sekolah dan itu menandai tahapan baru kehidupannya. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan ini semuanya sekaligus, sebagian, atau tidak sama sekali. Atau mungkin bisa saja kita merasakan semuanya pada saat yang sama, atau berganti-ganti. Minggu-minggu sebelum sekolah dimulai, anak kita mungkin mengalami bermacam-macam emosi. Mereka mungkin bergairah, bingung, cemas, bahkan tertegun. Me...

DENGAN PUJIAN, ANAK BELAJAR MENGHARGAI

Pujian adalah salah satu cara kita mengekspresikan kasih sayang kita. Kata-kata pujian bisa memotivasi anak dan membuat mereka merasa dihargai. Pujian memupuk harga diri mereka, dan membantu mereka belajar menghargai siapa mereka dan akan menjadi apa mereka nanti. Memuji anak-anak kita atas upaya-upaya maupun prestasi-prestasi mereka adalah salah satu tugas kita yang terpenting sebagai orangtua. Hendaknya kita tidak ragu-ragu memberikan pujian dengan murah hati. Tidak ada yang namanya terlalu banyak pujian dalam soal mendorong harga diri seorang anak. Dengan memuji, kita membantu anak-anak membangun kepercayaan diri yang dapat mereka manfaatkan ketika kita tidak hadir atau ketika mereka mengalami masa-masa sulit. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa pujian dan penghargaan yang kita berikan kepada anak-anak sekarang bisa bertahan seumur hidup. Ketika kita memuji anak-anak kita, kita juga memberi model tentang bagaimana caranya memperhatikan dan mengekspresikan penghargaan mere...

MENGATASI RASA PEMALU PADA ANAK

Ketika anak mulai mengenal dunia luar, selain keluarga dan lingkungan rumahnya, maka sifat pemalu anak akan terlihat. Ada anak yang terlalu pemalu, ada juga yang terlalu percaya diri.  Mengapa anak kita pemalu? Dan bagaimana mengatasinya? Beberapa situasi yang biasanya dialami anak menjadi pemalu adalah : Bertemu dengan orang yang baru dikenal, tampil didepan orang banyak, atau situasi baru (misalnya sekolah baru, pindah rumah baru). Pada dasarnya, pemalu bukanlah hal yang menjadi masalah atau dipermasalahkan dan bukan merupakan abnormalitas. Akan tetapi, masalah justru muncul akibat sifat pemalu. Misalnya, ketika berada di rumah teman/tetangga, anak ingin buang air kecil tapi malu minta ijin ke toilet,  anakpun menahan keinginan buang air dan akhirnya mengompol. Pemalu juga bisa mengakibatkan anak tidak bisa mengembangkan potensinya, misalnya anak mempunyai bakat menyanyi, tetapi karena pemalu, maka anak tidak mau tampil. Hal ini sangat disayangkan. Untuk mengatasi sifat...