Langsung ke konten utama

SETIAP ANAK ADALAH BIBIT UNGGUL


“Anak lahir seperti kertas yang kosong“, mungkin kalimat tersebut sering kita baca dan dengar. Kondisi anak yang tidak membawa apa-apa  tersebut sesuai dengan teori tabula rasa yang lahir dari empirisme John Locke. Namun benarkah demikian ?
Teori ini mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih yang belum ditulisi ,  Jadi, sejak lahir anak  itu tidak  mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Anak  dapat  dibentuk  sekehendak  orangtua dan lingkungannya . Di sini kekuatan ada pada orangtua, pendidik dan lingkungannya. Yang berkuasa atas pembentukan anak. Teori tersebut dilawan teori Navitisme  dari Schopenhauer yang berpendapat bahwa tiap-tiap anak sejak dilahirkan sudah mempunyai berbagai pembawaan yang akan berkembang sendiri  menurut  arahnya masing-masing. Pembawaan anak-anak itu ada baik dan ada yang buruk. Pendidikan tidak perlu dan tidak berkuasa apa-apa.
Untuk mengambil kebenaran dari keduanya, William Stern, ahli ilmu jiwa bangsa Jerman, telah memadukan kedua teori itu menjadi satu teori yang disebut teori konvergensi. Menurut teori konvergensi hasil pendidikan anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pembawaan (nature) dan lingkungan (nurture).  Diakui  bahwa  anak  lahir  telah memiliki potensi yang berupa  pembawaan.  Namun pembawaan yang sifatnya potensial itu harus dikembangkan melalui pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan keluarga dan pendidikan, Oleh sebab itu tugas kita sebagai orangtua,  sekolah, dan orang dewasa dalam lingkungan anak adalah menghantarkan perkembangan semaksimal mungkin setiap potensi anak.
Ibaratnya, pembawaan (nature)  sejak lahir kita sebut bibit. Bibit  tidak  akan menjadi pohon yang subur dan menghasilkan apabila tidak dipupuk, disiram, dan diberikan  cukup sinar matahari (nurture). Setiap anak  merupakan bibit-bibit unggul yang berbeda dan unik. Ibarat tanaman lagi, bibit jambu tidak akan mungkin tumbuh menjadi pohon mangga, walaupun disiram dan dipupuk.  Jadi tugas kita sebagai orangtua dan pendidik adalah menstimulasi perkembangan  apapun bibit yang anak-anak  bawa. Kita rawat penuh kasih sayang, kita berikan  contoh yang baik, kita berikan pendidikan yang terbaik  agar mereka tumbuh menjadi  seseorang yang terbaik, berkarakter baik, dan bermanfaat untuk orang banyak.,sesuai dengan minat dan bakat mereka.  Biarkan mereka tumbuh menjadi pohonnya sendiri.

( Dimuat di Harian Balikpapan Pos. Minggu, 27 Maret 2016 )

Oleh : Baldwine Honest G, M.Pd


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK             Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.             Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.             Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh