Langsung ke konten utama

BANTU ANAK BELAJAR MEMILIH



            Dalam kehidupan sehari-hari, “memilih” atau “mengambil keputusan “ adalah satu hal yang harus dilakukan.  Itulah sebabnya hal tersebut harus kita ajarkan kepada anak sejak dini.  Sebenarnya seorang anak sudah belajar mengambil keputusan secara alami, misalnya anak sudah mampu memilih jenis mainan atau kue yang diinginkannya. Yang harus kita lakukan sebagai orangtua atau guru adalah mengasah kemampuan anak untuk mengambil keputusan sehingga anak mampu membedakan mana keputusan yang baik baginya dan sebaliknya.  Pengalaman dini dalam membuat pilihan dan keputusan dapat menolong anak untuk mengembangkan kemampuannya mengambil keputusan sekaligus tanggung jawab yang harus diembannya.
            Kita harus melatih anak membuat keputusasn yang baik, namun tetap memperhatikan batasan dari tiap aspek kehidupan anak. Misalnya mereka boleh mengambil keputusan mengenai barang-barang kebutuhannya, sambil kita arahkan apakah barang tersebut memang dibutuhkan atau tidak.  Mereka juga bisa memilih kegiatan yang harus mereka lakukan, namun harus dengan perjanjian dan ketentuan yang disepakati, untuk melatiih disiplin pada anak.  Ada hal-hal yang memang wajib dilakukan, namun ada hal-hal yang menjadi pilihan.
            Masalah ibadah adalah wajib,  dan ini harus dijadikan sebuah pembiasaan yang tidak bisa tidak. Namun seperti menonton TV atau main game, kita bisa membuat kesepakatan dengan anak. Kuncinya adalah di komunikai, pendekatan, dan bahasa yang kita gunakan. Kita bisa jelaskan mengapa dibuat aturan yang demikian.
            Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang penurut, namun bukan berarti mereka pasif dan tidak punya daya untuk memilih apapun. Biarkan mereka mempunyai prinsip, punya pendapat dan ide,  sehingga  rasa percaya diri akan muncul dalam diri anak. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi berkarakter yang baik, dan mempunyai sifat kepemimpinan yang baik.  
Seperti dalam buku Kahlil Gibran “Anakmu bukanlah milikmu, mereka adalah putra putri sang Hidup, yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau, mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu. Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu, sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri
.. “



by : Baldwine Honest Gunarto

(Dimuat di Harian Tribun Kaltim, Minggu, 13 Desember 2015)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...