Secara singkat, teori multiple
intelligences dari Howard Gardner menyatakan bahwa setiap anak terlahir cerdas
dengan cara yang berbeda, dari delapan jenis
kecerdasan yang ada yaitu cerdas logika matematika, cerdas bahasa,
musical, spasial, kinestetis, naturalis, intrapersonal dan interpersonal. Howard
Gardner menyimpulkan bahwa setiap anak memiliki satu kelebihan yang akan
membawanya menjadi top of the top bila kelebihan itu terus diasah dan
dikembangkan
Contoh kongkrit untuk yang cerdas bahasa misalnya Andrea
Hirata, untuk cerdas musical misalnya Addie MS. Jadi
kecerdasan yang dimilki anak, biarkan
anak menguasai bidang itu hingga mencapai kualitas teratas. Pada hakekatnya semua kecerdasan dibutuhkan
oleh manusia walaupun hanya ada 2 atau 3 kecerdasan yang lebih menonjol, yang
disebut bakat. Bakat adalah potensi bawaan lahir. Karena bawaan lahir, tidak
ada bakat yang merupakan hasil bentukan. Bakat sudah ada sejak anak lahir.
Setelah ditempa, barulah ia bersinar. Misalnya anak berbakat basket, ketika
diajari basket maka hasilnya akan signifikan. Anak yang berbakat matematika,
ketika diajari matematika maka kemajuannya akan pesat. Untuk menilai seorang
anak berbakat atau tidak dalam satu bidang, kita perlu penilaian dari seorang
ahli dalam bidang itu.
Semua anak memiliki delapan
jenis kecerdasan dengan tingkat yang berbeda satu sama lain.Misalnya walaupun
sama-sama memilki kecerdasan musical, tidak semua anak akan menjadi musisi atau
penggubah lagu. Sebagian besar dari mereka hanya senang mendengarkan atau
berdansa mengikuti musik. Setiap jenis
kecerdasan juga saling berinteraksi dengan cara yang kompleks, tidak ada
kecerdasan yang dapat berdiri sendiri. Seorang pemain sepak bola professional,
misalnya , memerlukan kecerdasan spasial dan kecerdasan kinestetic untuk
mengkoordinasi dan berinteraksi dengan pemain lain ketika mengoper bola.
Dengan motivasi dan
pembelajaran yang memadai, anak bisa memiliki kompetensi yang cukup untuk tiap
kecerdasan. Teori multiple intelligence meyakini tidak ada seorang anakpun yang
terjebak dalam kecerdasan yang ia bawa sejak lahir. Kita harus memahami
keunikan kecerdasan anak, dan dapat mengarahkannya untuk menggunakan kecerdasan
secara maksimal. Dengan mengenali kelemahannya, kita pun membantu anak
mengembangkan diri.
by : Baldwine Honest Gunarto
( Dimuat di Harian TRIBUN
KALTIM. Minggu, 31 Agustus 2014 )
Komentar
Posting Komentar