Langsung ke konten utama

SAAT ANAK BERBICARA DENGAN BENDA

           Pernahkah  kita melihat anak-anak Balita kita mengajak bicara  mainannya, atau bunga, atau guling kesayangannya?. Dan seolah ada dialog yang terjadi dengan sangat serius. Tidak perlu khawatir dengan kejadian tersebut, karena itulah yang dinamakan fase Animisne pada balita. Fase animisme Balita yaitu  fase dimana balita memiliki ketertarikan pada benda-benda mati dan menganggapnya hidup  (Sebagaimana teori yang dikembangkan oleh tokoh psikologi, Jean Piaget).  Anak-anak yang berada pada fase animisme cenderung berpikir bahwa semua objek tak bergerak atau tak hidup yang ada di lingkungannya memiliki kemampuan seperti halnya manusia atau makhluk hidup, yaitu dapat bertindak atau berperilaku, berbicara, diajak berdialog, menyerang, dan sebagainya.
            Maka tidak mengherankan, terkadang anak lengket atau merasa mempunyai teman khayalan, dengan mainan atau benda kesayangan mereka. Bisa berupa boneka, mobil-mobilan, bantal, selimut, dan lainnya.
Pada fase animisme ini anak sedang berupaya untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan objek berupa benda-benda tersebut. Perilaku ini juga didasari oleh peniruan. Di usia batita, anak memang gemar meniru orang lain dan apa saja yang dilihatnya. Makan disuapi ibu ia tiru dengan mencoba menyuapi boneka kesayangannya. Memukul lantai untuk mengalihkan tangis anak yang terpeleset, lantas ditiru olehnya sambil berseru, “Uh, lantai nakal!” Bukannya berhati-hati, anak batita malah menyalahkan lantai ketika ia terjatuh lagi.
Namun, banyak pembelajaran positif yang dapat dipetik dari periode animisme ini:
* Mengembangkan imajinasi.
Dengan berkembangnya daya imajinasi pada akhirnya dapat menumbuhkembangkan daya kreativitas anak.
* Meningkatkan kemampuan berbahasa.
Karena sering “berdialog” dengan bonekanya, mobil-mobilannya, dan benda-benda mati lainnya, otomatis akan mengasah kemampuan berbahasa atau berkomunikasi anak.

Seiring pertambahan usia, sebagai hasil dari kemampuan berpikir yang semakin berkembang dan matang, fase animisme ini akan hilang dengan sendirinya. Biarkan anak berkembang, sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. 

by Baldwine Honest Gunarto

( Dimuat di Harian Tribun Kaltim. Minggu, 13  April 2014 )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...