Langsung ke konten utama

Jangan Meremehkan Anak


            Tanpa sadar, terkadang orangtua sering meremehkan kehebatan anak. “Ah, yang bener?“, mungkin komentar itu pernah kita lontarkan kepada anak saat anak bercerita tentang kehebatan dirinya. Ini yang perlu kita perhatikan, karena kalimat tersebut  memiliki dampak yang tidak sederhana.
            Seorang anak yang menceritakan kehebatan dirinya kepada orangtua memiliki tujuan agar dirinya memperoleh penghargaan, Dia imgin disayang melalui pujian orangtuanya. Dia ingin mendapatkan pengakuan bahwa dirinya adalah anak hebat. Maka, ketika cerita hebat yang ia sampaikan berbalas dengan sikap merendahkan dari orangtua, tentu anak akan kecewa. Ia akan merasa tidak disayang dan menganggap dirinya tidak berguma,
            Tanggapan orangtua yang seolah tidak mempercayai ucapan anak sesungguhnya merupakan tuduhan bahwa anak telah berbohong dengan cerita yang diutarakannya. Ini menyakitkan. Sebab, meskipum apa yang disampaikan anak adalah khayalan belaka, karena imajinasi anak memang sedang berkembang pada usia tersebut, namun tanggapan meremehkan akan meruntuhkan rasa percaya diri anak.
            Hal lain yang perlu diingat adalah kemampuan anak dalam meniru perilaku orangtua. Anak yang sering menjumpai orangtuanya memberikan pujian kepada orang lain akan tumbuh menjadi anak yang mudah meberikan pujian. Anak yang hidup bersama orangtua yang percaya pada dirinya, akan tumbuh menjadi anak yang terbebas dari prasangka buruk kepada orang lain.
            Peniruan anak ini tidak terbatas pada sikap atau karakternya saja. Namun, juga sampai pada bagaimana mempraktekkan rasa curiga dan tidak mudah percaya itu. Sehingga, ungkapan seperti “Ah, yang bener”,  “Kamu enggak bohong kan?. Atau. “Alaaahh, bohong kamu ! “ juga akan digunakan oleh anak-anak untuk memberikan tanggapan pertama pada setiap ungkapan orang lain.
            Rasa tidakpercaya pada oranglain dan bersikap selalu berprasangka buruk (walaupun hanya menyangka orang lain berbohong), bila tidak segera diatasi, akan menjadi penyakit psikis pada diri anak. Ia akan dihantui oleh perasaan yang sama ketika ia harus bercerita. Padahal, orang lain tidak memliki prasangka buruk sebagaimana yang dia sangkakan. Inilah kerugian jika orang tua sering meremehkan anak, dan berkomunikasi dengan tanggapan negative, seperti, “Ah, yang bener? “.


by : Baldwine Honest Gunarto, M.Pd

( Dimuat di Harian Tribun Kaltim, Minggu, 11 September 2016 )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...