Langsung ke konten utama

IDUL FITRI, CINTA YANG BERHIMPUN


Cinta merupakan salah satu instrumen paling efektif dalam mendidik anak. Saat Ramadhan, anak-anak sudah banyak belajar dan merasakan cinta. Cinta ibunya saat menyiapkan makan sahur dan berbuka, cinta ayahnya yang memimpin sholat berjamaah, cinta saudaranya yang bersama-sama menghabiskan waktu, dan cinta sesama dengan berbagi dan bersedekah. Dan yang terpenting adalah cinta kasih sayang Allah yang memberikan kebahagian.
Idul Fitri, adalah saatnya cinta seluruh semesta berhimpun. Kehadirannya sangat sakral untuk dinikmati, dan semua bersuka cita menyambutnya. Namun demikian ekspresi yang kita tunjukkan hendaknya tidak mengkerdilkan maknanya. Ajak anak-anak kita untuk bersyukur dengan mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil. Dan ajak anak dan jelaskan saat memberikan zakat fitrah.
Cinta pada saat Idul Fitri menumbuhkan kasih sayang antara orangtua terhadap anaknya, anak terhadap orangtuanya, keluarga terhadap tetangga, dan kasih sayang terhadap semua manusia penghuni bumi. Itulah indahnya kita saling bersilaturahmi dan memaafkan.
Anak-anak dibawah lima tahun masih berpikir secara konkret. Jika kita memberikan contoh bahwa Idul Fitri adalah saatnya memakai baju baru dan makan enak, maka hanya itu yang tertanam di benak anak. Bagaimana jika suatu saat kita tidak bisa membelikan baju baru?. Padahal saat idul fitri, itulah saat terbaik bagi kita memberikan contoh nyata tentang cinta dan kasih sayang. Tentang silaturahmi dan saling memaafkan.  Sehingga anak kita bukan hanya mengalami dan menjalani rangkaian berlebaran tetapi juga mengetahui mengenai apa yang dilakukan. Misalnya mengajak mereka untuk berkunjung ke sanak keluarga, kerabat  dan tetangga. Apabila itu saudara jauh, jelaskan hubungan dengan anak kita. Apakah itu tantenya, pamannya, neneknya dan lain-lain. Ajak anak berziarah, agar menghormati para leluhur mereka. Tradisi sungkeman juga perlu kita jelaskan maknanya, yaitu saling memaafkan. Idul Fitri atau lebaran adalah saat yang tepat menstimulasi kecerdasan sosial emosi, dan agama moral mereka. Dan juga menumbuhkan cinta kasih sayang di hati mereka yang masih murni.

Semoga kekuatan cinta saat Idul Fitri tiba ini mampu melahirkan energi untuk menumbuhkan dan merawat cinta dalam keluarga yang hangat dan senantiasa rindu akan kasih sayangNya.

by : Baldwine Honest Gunarto

( Dimuat di Harian TRIBUN KALTIM. Minggu, 10 Juli 2016 ) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...