Langsung ke konten utama

Menjadi Penyimak yang Baik



            Membantu anak menjadi penyimak yang baik (good listener) merupakan bagian terpenting dari keterampilan sosialnya.  Mendengar (hearing) itu otomatis, tetapi menyimak (listening) tidak.  Sebenarnya, pengalaman paling awal dalam menyimak sudah terjadi saat anak masih dalam kandungan. Suara dari detak jantung sang ibu dan segala aktivitas fisik yang dilakukan pada saat itu , telah dapat disimak oleh anak tanpa kita sadari.
            Bayi dan balita adalah penyimak yang baik. Mereka dapat belajar mendengar dan secara naluriah dapat membedakan bunyi langkah kaki antara ibu dan ayahnya. Dengung lembut lagu Ninabobo dapat menenangkan. Begitu juga bunyi yang dihasilkan dari mainan favoritnya. Banyak kesenangan dapat diperoleh dari indera pendengaran mereka.
            Beberapa hal bisa kita lakukan untuk bisa menjadikan anak-anak kita menjadi penyimak yang baik. Saat bayi sampai 1 tahun, kita bisa  menggunakan musik dan menyanyi untuk mengembangkan  ketrampilan menyimak mereka. Sering-sering mengajak bercakap dengan bayi dapat menjaga mereka tetap memasang telinga baik-baik dan responsive terhadap kita. Jangan lupa untuk menjaga kontak mata dengannya. Beragam ekspresi kita saat berhadapan dengan segala sesuatu, akan menjadikan anak belajar memahami makna dari perubahan intonasi, volume, dan kecepatan dari suara yang kita ucapkan .Saat anak mulai mengoceh, atau mampu menghasilkan bunyi dan kata yang bermakna, maka saat inilah kita dapat mencontohkan seputar ekspresi wajah dan postur yang baik saat menyimak sesuatu.
 Dengan bertambah usia anak, ketrampilan menyimak mereka berkembang bersamaan dengan berbagai ketrampilan lainnya. Contohnya saat mereka mendengarkan dongeng, seluruh tubuh mereka otomatis akan menyimak dongeng yang kita bawakan. Anakpun mulai belajar berkomunikasi dengan teman-teman  bermain mereka, belajar saling menyimak dan berbicara secara bergantian. Kita bisa mengajak mereka bermain dengan  menyenangkan yang mengandung unsur menyimak. Misalnya bergerak mengikuti irama musik, bertepuk tangan teratur sesuai ketukan, membacakan buku cerita,  menonton film  pendidikan bersama anak, atau salimg berbisik mengirim pesan dalam satu lingkaran. Kegiatan ini bisa menginspirasi anak untuk menyimak secara hati-hati.

Menyimak adalah keahlian kedua yang wajib dimiliki anak segera setelah mereka mampu bicara.  Selain menyimak, kita harus mengajarkan cara berkomunikasi yang sopan, sehingga anak-anak bukan hanya menjadi penyimak yang baik, namun juga berkarakter yang baik.

by : Baldwine Honest Gunarto

 ( Dimuat di Harian TRIBUN KALTIM. Minggu, 11 Oktober 2015 )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtu...

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangi...

Memahami Sudut Pandang Anak

Tribun Kaltim, 08 Januari 2018 Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Dari pengertian tersebut, berarti konsep belajar pada anak usia dini ada dua hal yang terpenting, yaitu Mengalami (dengan interaksi), dan Perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah : Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan),  dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir), dari tidak mau menjadi mau (perubahan prilaku), dan dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan prilaku) Anak-anak memiliki sudut pandang yang tak selalu sama dengan orang dewasa. Jika kita dapat melihat sudut pandang anak, itu akan meningkatkan efektivitas komunikasi kita dengan mereka. Dalam konteks belajar, itu juga akan membuat kita bisa memberikan pendekatan yang tepat untuk membuat mereka menikmati hari-harinya dan senang belajar. 1. Anak tertarik dengan  se...