Langsung ke konten utama

BERSAMA MENDIDIK ANAK


Setiap anak adalah bibit unggul. Namun untuk tumbuh menjadi pohon yang bermanfaat, maka dia butuh dipupuk, disiram, dilindungi, dirawat, dan cukup cahaya matahari. Seorang anak tidak bisa tumbuh dengan sendirinya, dia membutuhkan kasih sayang dan pendidikan dari orangtuanya, sekolah tempat dia belajar, dan masyarakat yang mendukung. Kerjasama dan kemitraan yang baik antara keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat bisa membuat suasana dan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi anak.        
Menurut UU  SISDIKNAS 20/2003 pasal 6 ayat 2  mengatakan bahwa  ‘Setiap warga Negara ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan’. Dalam hal ini,  tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (tripusat pendidikan).   Sekolah adalah fase kedua dari pendidikan pertama dalam keluarga, karena pendidikan pertama dan utama diperoleh anak dari keluarganya. Pada masa inilah peletakan pondasi belajar harus tepat dan benar.
Biasanya yang terjadi, orangtua menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah atau pendidik, padahal waktu anak berada di sekolah lebih kecil dibanding dengan waktu anak di luar sekolah (rumah atau masyarakat). Dan lagi orangtua beranggapan bahwa sekolahlah yang bertanggung jawab terhadap perkembangan IQ dan EQ anaknya. Hal itu sangat keliru, karena untuk membangun kecerdasan IQ dan EQ anak diperlukan komunikasi sinergis dan kongruen antara sekolah dan orangtua juga masyarakat. Di sisi lain, peralihan dari pendidikan informal (keluarga) ke pendidikan formal (Sekolah) memerlukan kerjasama antara orangtua dan sekolah atau pendidik.
Menurut Ki Hajar Dewantara, baik keluarga, satuan  pendidikan maupun lingkungan masyarakat harus bisa memberikan teladan perilaku yang baik, dan memotivasi anak-anaknya untuk terus kreatif berkarya.  Semboyannya adalah “Ing ngarso sung tulodho” (di depan memberi teladan), “ing madyo mangun karso” (di tengah memberi bimbingan), “tut wuri handayani” (di belakang memberi dorongan).  Jadi semua harus berupaya menumbuhkan karakter anak  dan budaya berprestasi melalui kegiatan habituasi sikap dan prilaku positif di keluarga dan masyarakat juga satuan pendidikan yang dimulai dari jenjang PAUD sampai SMA/SMK
Menjalin kemitraan pada prinsipnya adalah saling menghargai, terjadi mutualisme dan saling percaya (berkomunikasi bisa memanfaatkan teknnologi sebagai media informasi positif-sms, bbm, wa, line ). Prinsip semangat gotong royong dan kebersamaan, saling melengkapi dan memperkuat , saling asah, saling asih, dan saling asuh , dan semua upaya ditujukan untuk kepentingan terbaik anak.
Satuan pendidikan harus melibatkan orangtua dalam kegiatannya. Antara lain, perkenalan antar orang tua (bagi siswa baru) dan antara orang tua dengan wali kelas, termasuk berbagi nomor kontak. (Hari pertama sekolah), penjelasan program dan agenda kelas selama satu tahun , penjelasan tentang pentingnya kemitraan sekolah dengan keluarga , pembentukan paguyuban atau forum orang tua tingkat kelas, melibatkan orang tua dalam penyusunan program kegiatan sekolah, dan pentas akhir tahun ajaran yang dihadiri orang tua
JH Pestalozzi dan Ki Hajar Dewantara dalam teorinya mengatakan, bahwa mendidik anak haruslah menyeluruh: Mengasuh, membimbing dan mendidik dengan prinsih 5 H, yaitu  Heart – ikhlas (inner side),  Hand  - fruitful/ skillful- kreatif,  Health – sehat jasmani dan rohani , Head – multidimensi, wawasan befikir, Harmony – ciptakan rasa aman dan nyaman sehingga anak-anak senang selama mengikuti pembelajaran

Untuk mendapatkan hasil yang unggul, maka memang, kita harus merawa bibit-bibit unggul.
 I believe the children are our future
Teach them well and let them lead the way
Show them all the beauty they possess inside
Give them a sense of pride to make it easier
Let the children's laughter remind us how we used to be
(George Benson, Greatest Love of All)

Oleh : Baldwine Honest, M.Pd
Pengelola PAUD Handayani 4 Balikpapan.
Dosen Universitas Terbuka Samarinda

( Dimuat di harian TRIBUN KALTIM. Senin, 25 Juli 2016 )




Komentar

Postingan populer dari blog ini

HARI PERTAMA SEKOLAH

Mengantar  anak ke sekolah untuk pertama kalinya mungkin menimbulkan serangkaian emosi orangtua. Bisa jadi kita merasa bangga, bergairah, dan bahagia. Jika selama ini anak selalu bersama kita di rumah, mungkin kita merasa lega, sebab dalam beberapa hari dalam seminggu, kita memiliki jam-jam bebas. Dan kadang kita mungkin merasa bersalah dengan pikiran seperti itu. Kita mungkin khawatir anak kita belum siap ke sekolah, secara emosional dan perkembangnannya. Kita mungkin merasa sedih karena anak kita bukan lagi seorang bayi. Ya, mereka memang masih kecil, tetapi mereka sudah cukup umur untuk masuk sekolah dan itu menandai tahapan baru kehidupannya. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan ini semuanya sekaligus, sebagian, atau tidak sama sekali. Atau mungkin bisa saja kita merasakan semuanya pada saat yang sama, atau berganti-ganti. Minggu-minggu sebelum sekolah dimulai, anak kita mungkin mengalami bermacam-macam emosi. Mereka mungkin bergairah, bingung, cemas, bahkan tertegun. Me...

DENGAN PUJIAN, ANAK BELAJAR MENGHARGAI

Pujian adalah salah satu cara kita mengekspresikan kasih sayang kita. Kata-kata pujian bisa memotivasi anak dan membuat mereka merasa dihargai. Pujian memupuk harga diri mereka, dan membantu mereka belajar menghargai siapa mereka dan akan menjadi apa mereka nanti. Memuji anak-anak kita atas upaya-upaya maupun prestasi-prestasi mereka adalah salah satu tugas kita yang terpenting sebagai orangtua. Hendaknya kita tidak ragu-ragu memberikan pujian dengan murah hati. Tidak ada yang namanya terlalu banyak pujian dalam soal mendorong harga diri seorang anak. Dengan memuji, kita membantu anak-anak membangun kepercayaan diri yang dapat mereka manfaatkan ketika kita tidak hadir atau ketika mereka mengalami masa-masa sulit. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa pujian dan penghargaan yang kita berikan kepada anak-anak sekarang bisa bertahan seumur hidup. Ketika kita memuji anak-anak kita, kita juga memberi model tentang bagaimana caranya memperhatikan dan mengekspresikan penghargaan mere...

MENGATASI RASA PEMALU PADA ANAK

Ketika anak mulai mengenal dunia luar, selain keluarga dan lingkungan rumahnya, maka sifat pemalu anak akan terlihat. Ada anak yang terlalu pemalu, ada juga yang terlalu percaya diri.  Mengapa anak kita pemalu? Dan bagaimana mengatasinya? Beberapa situasi yang biasanya dialami anak menjadi pemalu adalah : Bertemu dengan orang yang baru dikenal, tampil didepan orang banyak, atau situasi baru (misalnya sekolah baru, pindah rumah baru). Pada dasarnya, pemalu bukanlah hal yang menjadi masalah atau dipermasalahkan dan bukan merupakan abnormalitas. Akan tetapi, masalah justru muncul akibat sifat pemalu. Misalnya, ketika berada di rumah teman/tetangga, anak ingin buang air kecil tapi malu minta ijin ke toilet,  anakpun menahan keinginan buang air dan akhirnya mengompol. Pemalu juga bisa mengakibatkan anak tidak bisa mengembangkan potensinya, misalnya anak mempunyai bakat menyanyi, tetapi karena pemalu, maka anak tidak mau tampil. Hal ini sangat disayangkan. Untuk mengatasi sifat...