Langsung ke konten utama

MELURUSKAN MAKNA IDOLA


Dengan perkembangan Teknologi yang pesat  saat ini, mau tidak mau, anak-anak kita setiap hari akan berhubungan dengan peralatan teknologi yang semakin canggih. Misalnya, televisi, ipad, blackberry,  laptop, netbook, dan lain-lain. Semua dengan mudah dilihat, dibaca, dan dimainkan oleh anak. Program televisi  maupun permainan (game) yang tersedia   sangat beragam.  Apabila setiap hari, anak menyaksikan tayangan  atau memainkan game, yang penuh tokoh-tokoh fantasy, maka tidak heran, di dunia  imanjinasi mereka, akan muncul tokoh-tokoh idola yang sangat dikagumi oleh mereka, sehingga mereka ingin menirunya. Misalnya tokoh para manusia super, seperti Superman, Spiderman,  Wonderwoman, Ironman. Tokoh kartun jagoan, misalnya Naruto, Avatar, Kungfuboy.  Tokoh-tokoh imajinatif, misalnya Spongebob, Thomas, Princess, Ogy, Angrybird, Doraemon. Tokoh lucu, misalnya upin ipin, crayon sinchan. Atau bisa artis atau aktor yang setiap hari mereka lihat.
Secara kata, mengidolakan artinya mengagumi, menikmati, dan menghargai. Namun sering sekali kata ini di aplikasikan terlalu jauh dari makna yang sebenarnya. Seringkali mengidolakan diartikan dengan Meniru.
Beberapa contoh saat anak mengidolakan sesuatu, adalah saat kita tanyakan cita-cita mereka. Ada anak yang ingin menjadi Spiderman, atau menjadi Cinderella kalau besar nanti.
Dalam salah satu acara Televisi, anak usia 4 tahun sangat mengidolakan Syahrini, sehingga gaya, cara bicara bahkan lagu dan cara bernyanyi, semua mirip Syahrini. Sampai ketika ditanya ingin apa jika besar nanti, dia menjawab, ingin menjadi Syahrini.. !. Lalu apa yang seharusnya kita lakukan? Sehingga anak-anak bisa mengerti, bahwa tokoh idola  mereka boleh saja dikagumi hal-hal positif  yang dipunyai,  tapi tidak perlu meniru.
 Kuncinya adalah di Komunikasi. Tetap dampingi anak saat menonton tayangan di Televisi, atau bermain game kegemaran mereka. Jelaskan hal-hal positif yang ada di setiap tokoh tersebut, misalnya tentang keberaniannya, sifat baik hati, ramah, suka menolong, rajin, pekerja keras dan selalu berani membela kebenaran.  Itulah yang seharusnya kita idolakan. Sedangkan sifat negative yang ada, kita jelaskan, itu tidak boleh diidolakan,  misalnya sifat  suka mengolok teman, malas, tidak mau bicara, suka berkelahi, dan lain-lain. Sebagai orangtua yang baik, kita harus selektif  mengenai  tayangan, film, maupun game yang sesuai dengan usia anak.
 Kita jelaskan kepada mereka, bahwa  mengidolakan itu berarti mengagumi kehebatannya dan tetap menjadi diri sendiri. Kalau meniru, bisa jadi anak juga ikut meniru kesalahan-kesalahan yang tokoh itu lakukan,dan diri mereka  berubah menjadi seperti yang idolakan. Memiliki idola atau mengidolakan sesuatu itu perlu, tapi Mengidolakan itu mengagumi, bukan meniru. Itu yang harus kita tanamkan pada anak-anak kita.

Dengan perhatian, kasih sayang, dan komunikasi yang baik,  maka Orangtua  akan menjadi idola pertama anak-anaknya. Semoga kita bisa menjadi  orang yang pantas di contoh, di kagumi dan diidolakan oleh anak-anak kita.

by : Baldwine Honest Gunarto

 ( Dimuat di Harian TRIBUN KALTIM. Minggu, 19 Januari 2014 )



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDIDIK ANAK SECARA MENYELURUH

Di dalam diri seorang anak, terdapat tiga daya yang harus dikembangkan. Yaitu daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Menurut tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi manusia seutuhnya, ketiga daya tersebut harus diwujudkan dan dikembangkan. Atau sesuai dengan ungkapan “educate the head, the heart, and the hand !” . Head, berarti anak cerdas ilmu pengetahuan, Heart berarti cerdas karakternya, dan Hand, anak bisa terampil dan berkembang motoriknya.             Orangtua yang baik, adalah orangtua yang bisa mendidi anak-anaknya berkembang optimal, baik head, heart, maupun hand nya. Untuk anak usia dini, tentu saja dengan kegiatan yang menyenangkan, pembiasaan kegiatan-kegiatan yang baik, menjadi model terbaik bagi anak, dan dengan aktivitas yang menggunakan semua indra anak.              Keterlibatan dan kasih sayang orangtua, baik peran ayah dan ibu  sangat mempengaruhi perkembangan dan kecerdasan anak. Mereka harus melibatkan diri sec

Anak yang “Bossy”

            Pernahkah bertemu dengan anak yang suka memerintah siapa saja untuk memenuhi keinginannya? Jika tidak terpenuhi, maka anak tersebut akan berteriak-teriak. Wajarkah perilaku tersebut ? Banyak anak bertingkah seperti layaknya bos dan suka memerintah orang tua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi. Karena jika sifat tersebut tidak berubah, anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Dan hal ini akan memicu anak melakukan kekerasan agar mendapat perhatian atau bisa diterima. Sifat “bossy” tersebut biasanya disebabkan oleh perasaan ego. Menurut teori dari Jean Piaget, fase egosentrisme umumnya muncul pada usia 15 bulan, disebabkan oleh ketidakmampuan anak melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari sudut pandang anak. Misalnya, saat anak merebut mainan temannya, meskipun temannya menangis, ia tidak peduli, karena ia

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK

KEBUTUHAN AFEKSI PADA ANAK             Afeksi adalah suatu bentuk kebutuhan cinta dan kasih sayang yang di dalamnya terdapat unsur memberi dan menerima. Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan dan persahabatan yang ditunjukkan pada orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Saat yang paling penting dalam pemenuhan kebutuhan afeksi adalah pada saat usia dini. Karena, kekurangan afeksi saat usia dini dapat membahayakan perkembangan anak hingga dewasa.             Seorang anak, sejak lahir membutuhkan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya. Kita sebagai orang tua harus bisa memenuhi kebutuhan tersebut, dan akan lebih baik sejak anak kita berada di dalam kandungan.             Namun, bisa saja karena suatu hal, anak tidak terpenuhi kebutuhan afeksi tersebut. Bisa jadi karena orang tua mereka dalam kondisi tertekan, tidak bahagia, tidak harmonis, atau berada di lingkungan yang kurang memberikan kasih sayang yang penuh